KPM Perkantas 2018: Nimbrung Jadi Keyboardis Eh Dapet Pelajaran Manis



#KPM18: For Such A Time Like This, Here I Stand!

Perhaps this is the MOMENT for which you have been CREATED.

...berawal dari 'mengundurkan diri' sampai 'enggak mau pulang'...



Hai, Friendtizen!

Setelah sekian lama enggak nulis blog pribadi, ternyata banyak 'pelangi-pelangi' yang terlalu sayang untuk gak diceritain.

Salah satunya tentang keikusertaan saya di Kamp Pengutusan Mahasiswa 2018 (kita singkat KPM aja, ya).

Sebelum basi kayak nasi kemaren, saya mau tumpahin segala berkat yang udah tercurah banyak banget buat saya selama ikut KPM ini dari tanggal 17-19 Agustus yang lalu.

Wait...namanya kan: Kamp Pengutusan Mahasiswa...Mei bukannya udah lulus kuliah?

Nah, daripada bingung langsung saya ceritain kronologisnya yes.

Scrolling terus sampe habis, jangan lupa siapin cemilan sama kopi karena saya akan ajak kalian semua 'jalan-jalan' melihat pekerjaan Tuhan yang sangat luar biasa di momen hidup saya ini.



Saatnya Enggak Cuma Taat di Mulut, Tapi Juga di Tindakan


Dokumentasi Panitia KPM Perkantas 2018

- Senin, 4 Juni 2018 -

Sore itu (caelah, cem dongeng negeri seberang), saya dikontak oleh seorang kakak senior.

Anggap saja namanya Kak Eta (nama sebenarnya).

Intinya beliau minta saya untuk menggumulkan jadi pemain musik ibadah di acara KPM ini.

Awalnya saya mau langsung iya-in.

Toh baru aja resign kerja, yekan.

Jadi masih nganggur.

Dari segi waktu sebenarnya enggak masalah.

Cuma berhubung ini pelayanan, bertanya dan berdiskusi dengan Sang Pemilik pelayanan itu jadi hal wajib buat saya.

Akhirnya saya minta waktu seminggu untuk cari kehendak Tuhan apakah saya memang diizinkan untuk terlibat main musik di KPM atau enggak.

Oke, kita loncat sebentar ke kisah lainnya di waktu yang sama, ya.

-----

- Senin, 28 Mei 2018 -

Sekitar jam setengah 6 sore, saya tiba-tiba dapet e-mail undangan ikut psikotes dari HRD salah satu perusahaan media.

Saya memang apply pekerjaan ke perusahaan tersebut sebagai Social Media Officer.

Ketika disuruh konfirmasi kehadiran, ya saya langsung iya-in aja undangannya.

Sedikit senang, sih, karena enggak nyangka akhirnya ada juga perusahaan yang 'nyantol' manggil saya untuk diproses jadi calon karyawan setelah saya tebar CV ke lebih dari 50 perusahaan lainnya.

Eh, ada deng 2 perusahaan yang juga manggil saya.

Yang satu perusahaan beauty e-commerce gitu, yang satu lagi perusahaan kosmetik Korea dan Jepang yang lagi mau ekspansi bisnis di Indonesia.

Jadi baru rintis gitu, deh, kayaknya.

Cuma 22nya enggak jebol.

Akhirnya, saya fokus ke si perusahaan media ini.

Ikut psikotes hari Rabu, 30 Agustus 2018, dan puji Tuhan berjalan lancar walaupun pulang-pulang nyaris lupa rumah.

Beneran loh ini.

Silakan ngakak.


- Kamis, 31 Mei 2018 -

E-mail dari HRD perusahaan media tersebut kembali datang.

Kali ini beliau kirim undangan User & HRD interview.

Wagelaseh udah mau diinterview aja, cepet amat. Lancar nih keknya...

Begitu pemikiran saya waktu itu.

Akhirnya saya kembali iya-in undangan tersebut, dan hadir wawancara kerja pada hari Selasa, 5 Juni 2018.


- Kamis, 7 Juni 2018 - 

"Dear Sdr./i. Meista Yuki, melanjutkan proses seleksi posisi Social Media Officer, Anda dinyatakan LOLOS dan Kompas Gramedia mengundang Anda pada sesi Offering Salary..."

Baca tulisan pertama itu di e-mail pagi-pagi bikin saya nyaris lupa mandi saking girangnya.

Saya pikir: Ini beneran??? Kok cepet banget proses seleksinya. Perusahaan media gede loh ini. Emang saya punya kualifikasi apa sampe lancar begini urusannya?

Pertanyaan demi pertanyaan muncul di otak dan sampai akhirnya sadar bahwa ternyata semua ini adalah pintu yang terbuka dari-Nya.

Udah enggak paham lagi, sih, saya sama semua kelancaran dan 'kecepatan' waktu ini.

Nah, kita kembali lagi ke kisah yang pertama, ya.

-----

- Senin, 11 Juni 2018 - 

Oh iya, sebelumnya saya pernah cerita ke beberapa teman bahwa penjawaban pelayanan di KPM ini terjadi H-1 sebelum pengumuman diterima kerja.

Saya RALAT disini, ya.

Ternyata bukan H-1, deng.

Justru H+4, dan itu bikin saya mikir 2 hal:

1. Kalau saya terima pelayanan ini, bisa-bisa akan ada hal di pekerjaan nanti yang akan saya korbanin sedangkan saya masih anak baru. Bisa apa?

2. Kalau saya tolak pelayanan ini hanya karena alasan pekerjaan -yang belum kebayang kayak apa-, saya ngerasa bersalah banget sama Tuhan.

Berhubung di hari itu Kak Eta akan follow up, jadilah saya ubek-ubek catatan saat teduh yang saya dapet selama seminggu ke belakang.

Coba, ya, kita lihat isi highlight Firman-Nya ngomong apa aja ke saya:
- 4 Juni: "Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu." (Yoh.14:26)

- 5 Juni: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Luk. 18:38)

- 7 Juni: "Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai." (Zefanya 3:17)

- 8 Juni: "Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung....kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar." (2 Korintus 3:18)

...dan saat teduh tanggal 11 Juni inilah yang jleb habis-habisan.

- 11 Juni: "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5)

JENG JENG!!!

Udah lah, kalo udah 'ditampar' kek gini saya mah bisa apah πŸ˜…

Tanpa bermaksud untuk melakukan cocok-logi, saya rasa memang enggak ada alasan untuk nolak pelayanan di KPM ini.

Satu-satunya alasan yang bisa bikin saya berkata 'enggak' hanyalah karena ketakutan dan kekhawatiran hati sendiri.

Akhirnya, ketika Kak Eta follow up, saya dengan mantap bilang (walau masih ada ketakutan dikit): Aku bersedia kok kak.

-----

Kita fast forward langsung ke hari dimana saya udah mulai masuk kerja dan mulai sedikit-sedikit dapet briefing mengenai pelayanan di KPM ini.

Awal pertemuan dengan rekan-rekan sepelayanan di sekretariat Perkantas Pintu Air itu malem, Jumat 6 Juli 2018.

Saya ketemu beberapa teman baru disana, ada yang panitia dan juga rekan sesama pelayan mimbar.

Ada Kak Eta (yang akhirnya ketemu tatap muka setelah selama ini hanya ngobrol via WA 😁), Bang Dikky, Bang Deril, Ayu selaku panitia.

Terus juga ada teman-teman baru sesama pelayan mimbar: Bang Aris, Chang, Bang Alex, Widi, Kak Wiyar, Bang David, dan...yang saya enggak sangka-sangka: Raisa Ayuditha Marsaulina Perangin-angin; salah satu sahabat saya yang...udahlaaaaah bagian hidup saya sebelah mana yang dia enggak tahu? πŸ˜‚

Oke, setelah pertemuan pertama semua tim (eh enggak semua, sih, banyak yang enggak dateng juga waktu itu), tibalah hari Persiapan Hati Pelayan hari Minggu, 15 Juli 2018.

Nah, di hari itu, kami juga harus nentuin waktu latihan (biasa disebut check out/CO).

Disinilah apa yang saya takutkan dan khawatirkan muncul.

Jadwal kerja shift yang belum keluar bikin saya enggak bisa pastiin jadwal bisa ikut CO atau enggak.

Waktu itu ditentuinnya kami akan latihan hari Sabtu dan Minggu siang.

Nyatanya? Setelah jadwal keluar, saya ternyata diharuskan masuk di Sabtu-Minggu dan liburnya malah weekdays.

DEG!!!

Gimana ini...Mana jadwal latihan udah ditentuin setiap Sabtu dan Minggu siang.

Nyaris pengen nangis (ahelah Mei mah kalo panik nangis mulu, kapan tobatnya, sih, mbak?), saya akhirnya hubungin Kak Eta untuk ceritakan masalah ini.

Oh iya sebelumnya saya bahkan udah seneng banget karena tanggal 17-19 Agustus diijinin atasan dapet libur, jadi saya bisa full ikut KPM tanpa harus pergi nyusul.

Bahkan saya sampe screenshot jadwal kerja saya terus dikirim ke Kak Eta.

Eh, ternyata Tuhan izinkan kasih ujian di jadwal latihan.

Setelah ngubungin Kak Eta, saya akhirnya disuruh untuk ngomong di grup Tim Heman KPM--nama grup tim pemusik kami.

Wagelaseh, ngomong di grup yang anggotanya banyak yang belum saya kenal bikin jiper juga ternyata.

Udah gitu yang mau disampein kabar gak enak pula πŸ˜…

Akhirnya saya share deh kondisinya di grup Heman.

Puji Tuhan banget, Tuhan pakai Kak Wiyar untuk bantu re-schedule jadwal latihan.

Disini aslik saya jadi orang yang paling enggak enak sedunia.

Saya ngerasa jadi useless banget karena tetiba ubah jadwal latihan gitu aja.

Emang anggota lain enggak pada sibuk, apa?! (pikiran ini yang selalu menghukum diri saya sendiri plus rasa tak enak yang selalu mendera).

Terus karena merasa bersalah, jujurly saya sempat ngomong ke Kak Eta dan Kak Wiyar untuk mengundurkan diri dari tim pemusik.

Eh...ditolak mentah-mentah dong sama 2 kakak ini πŸ˜…

Mereka menguatkan saya dan kembali ingetin saya bahwa: pasti ada jalan keluarnya kok, Mei.

Baiklah...ternyata saya disuruh untuk tidak menyerah pada kondisi dan berusaha cari solusi.

Puji Tuhan, akhirnya tim Heman bisa tetap latihan walau memang harus bayar harga pulang larut malam.

Enggak cuma saya yang rumahnya jauh banget dari Pintu Air, Juanda.

Bang Aris pulang ke Cibinong, Thesa ke Depok, Kak Wiyar juga...jauh lah pokoknya sampe harus naik kereta juga.

Ngeliat kondisi ini saya sempat ngerasa bersalah juga karena bikin mereka harus pulang malem.

Tapi yang saya tangkap disini adalah: ya ketika mempersiapkan sebuah pelayanan, bukan kemampuan diri sendiri yang diandalkan, tapi setiap aspeknya pasti Tuhan yang turun tangan.

Saya pernah sampe doain: Tuhan, boleh gak sih ini jadwal kerja saya aja yang diubah biar enggak pulang malem?

Ternyata jawaban-Nya: enggak.

Sampai CO terakhir, tim Heman tetap pulang larut malam.

But, it's okay.

Bagi saya ternyata ini hanyalah perjuangan 'kecil' yang enggak ada bandingannya dengan berkat yang kami terima nanti.

...and the stories goes on...

(Boleh ke toilet dulu, atau ngerjain tugas dulu, atau ambil camilan dan minuman baru lagi, karena kita akan jalan-jalan ke destinasi kedua: "Main Keyboard Jadi Filler, Meista said: NOOO!!!")



Main Keyboard Jadi Filler, Meista said: NOOO!!!


Dokumentasi Panitia KPM Perkantas 2018

Saya main keyboard di KPM enggak sendirian.

Ada juga Thesa, teman satu kampus UI dulu, alumni Fakultas Teknik.

Kami pernah sekali pelayanan bareng waktu jadi pemusik di ibadah Persekutuan Besar Penilik (PB Penilik) entah berapa tahun silam.

Dan di kesempatan kali ini, kita bertemu lagi πŸ˜„

Nah, hari dimana kami dateng ke Persiapan Hati Pelayan KPM, tiba-tiba Thesa bilang gini:
"Mei, kamu nanti jadi filler yah."

Wadaw! Enggak bisaaaaa...gue biasanya main rhytm, Thes! (berteriak dalam hati)

Fyi, jadi kalau di 1 tim musik ada 2 pemain keyboard, itu berarti yang satu akan main iringannya, atau biasa disebut 'rhytm', dan yang satu lagi akan main filler, atau si tukang main efek-efek keyboard.

Misalnya kan di satu lagu suka ada bagian kosong-kosongnya, nah disinilah si filler bermain supaya lagu tersebut bisa lebih indah dan lebih penuh.

Masalahnya, saya itu paling enggak bisa ngutak-ngatik keyboard beserta si suara-suara filler-nya yang keren.

Selama ini bisanya cuma ngiringin pakai suara piano tok. Titik. Sekian.

...and then Thesa tetiba minta saya main filler.

Waktu itu saya memang sempat ragu banget, tapi akhirnya saya iya-in karena: 'yaudahlah yah, dicoba aja dulu'.

CO demi CO berlalu, dan saya beberapa kali merasa kesulitan catch up sama aransemen lagu.

Saya tau lagu ini, misalnya, butuh ornamen-ornamen sesuatu, tapi saya ENGGAK NGERTI gimana cara mengimplementasikannya! (ada kata yang lebih down to earth gak sih ini? πŸ˜‚)

Dan saya anaknya enggak berani coba-coba (kek make minyak kayu putih ya πŸ˜‘).

Namun, lagi-lagi memang yang memegang peranan besar disini bukanlah talenta dan kemampuan saya sendiri.

Melainkan tangan Allah yang kuat, sehingga seiring berjalannya CO demi CO, Dia yang bantu saya lewat banyak hal untuk dapet inspirasi filler ini dan itu.

Sampai di hari terakhir KPM, saya saaaangat mengucap syukur karena enggak cuma menikmati aransemen musiknya, tapi juga bahkan arti dari setiap lagu-lagu yang dimainkan.

Bahkan saya sampe bisa ikutan nyanyi sembari pencet tombol sana-sini untuk ubah keyboard voice.

Tumpeh-tumpeh banget deh berkat-Nya di hati saya selama main musik 2 hari di KPM!

Yah, memang walaupun filler saya belom sekeren trainer kece saya waktu kuliah dulu: Bang Sahat.

Tingkat dewa lah kalo beliau πŸ‘

Panutan!

-----



Hari-H KPM: Berkat-Nya Tumpeh-Tumpeh!

Dokumentasi Panitia KPM Perkantas 2018

Saya pernah sharing di Instagram Story bahwa ikut kamp/retreat mahasiswa disaat saya udah enggak jadi mahasiswa, biasanya ikut 'ketampar' juga sama isi Firman-Nya.

Padahal mungkin saya di acara tersebut "cuma" jadi pemusik lah, "cuma" jadi pemimpin kelompok sharing, atau bahkan cuma nemenin temen yang lagi pelayanan.

Hal ini juga yang terjadi ke saya di KPM 2018.

Berawal dari motivasi "cuma" jadi pelayan pemusik ibadah, ternyata Tuhan kasih sebegitu banyak berkat jiwa yang enggak tergantikan dengan apapun.

Disuruh baca kitab Ester dari awal sampai akhir, saya dibikin kagum banget sama cara kerja Tuhan yang LUAR BIASA. DA-E-BAK!!!

Belum lagi saat kisah Ester dikupas tuntas di 4 sesi eksposisi, makin jleb jleb jleb banget rasanya.

Dan puji Tuhan, #garagaraKPM18 ini saya jadi makin mantep untuk mau 'berjalan dalam gelap' dan mau dituntun terus langkahnya sama Tuhan terkait panggilan hidup.

Semoga adik-adik alumni baru (atau bahasa kerennya fresh graduate) juga bisa ngerasain sukacita yang sama yah terkait menggumulkan panggilan hidup πŸ™

Wajar, kok, kalo ada ketakutan dan keraguan, namanya juga manusia.

Tinggal mau apa enggak untuk 'nempel' terus sama Tuhan, dan mau apa enggak untuk buka mata buat Indonesia. πŸ˜‰πŸ‘

-----

Frasa 'For Such A Time Like This' ternyata udah sedikit-sedikit terngiang sebelum KPM 2018 berlangsung.

Tiba-tiba aja gitu inget frasa ini kalo lagi khawatir sama kerjaan, atau sama kondisi yang bikin enggak nyaman.

Dalam kondisi seperti itu, Tuhan seperti mau ingetin saya bahwa: "Mungkin untuk saat yang seperti inilah, Meista bisa melatih diri untuk mengikis kedagingan akan zona nyaman".

Seperti yang sering saya curhatin dimana-mana, bahwa zona nyaman adalah hal yang bisa bikin saya 'mundur' pelan-pelan.

Ah, iyah! Baru ngeh nih.

Mungkin ini juga alasan Tuhan izinkan saya alami kebingungan atur jadwal CO sampai merasa bersalah (boleh scroll ke atas lagi kalo lupa ceritanya).

Biar saya dan teman-teman tim bisa mengandalkan Dia 100%.

Bener-bener enggak nyaman banget sih waktu itu, aslik.

Udah paling junior, paling sok sibuk, terus si kakak abang yang lain 'terpaksa' harus ikutin jadwal saya supaya bisa CO.

Kurang ajar gak sih...

Etapi ternyata saya nangkep juga maksud Tuhan yang baik betul buat Tim Heman.

Siapa tahu, jangan-jangan kalau semuanya lancar-lancar jaya, saya bisa jadi sombong karena semua berjalan mulus enggak ada gangguan.

Super thank, GOD!!!

-----

Salah satu lagu ibadah yang saya nikmati di KPM kemarin adalah lagu "Allah Panggil Kaum Muda".

Kalau denger lagu ini, saya jadi inget Retreat Koordinator 2014 (RK 2014).

Lewat lagu ini sebenarnya Tuhan udah nyongkel-nyongkel soal panggilan, tapi waktu itu enggak ngeh aja.

Soalnya lebih fokus ke gimana caranya jadi Tim Inti (TI) yang baik dan benar di kepengurusan persekutuan kampus.

Yes, memang si Meista ini enggak ada basic jadi pengurus.

Tetiba aja langsung jadi TI.

Tapi saya bener-bener enggak nyesel, karena ternyata lewat jadi TI itulah saya dibentuk PARAH sama Tuhan.

I thank GOD for Kak Kitty, Kak Bebel, dan Kak Yo.

Saya yakin saat itu mereka sedang 'berjalan dalam gelap' ketika milih saya sebagai calon TI.

Oh iya, kenapa sih di tulisan ini sering banget saya bilang 'berjalan dalam gelap'?

Itu maksudnya sebuah ungkapan untuk berserah penuh sama pemeliharaan dan pimpinan Tuhan buat hidup kita.

Saya pribadi sebagai manusia berdosa sering banget bawaannya bete kalau terjebak di sebuah fase ketidakpastian.

Contohnya kalo lagi cari kerja --> pergumulan setiap alumni baru, wajar.

Nah, menambahkan dari kutipan ucapannya Kak Monica Agnes Sylvia, Hubungan Internasional 2010, kita kalau mau jalani hidup ini sama Tuhan tuh jalannya bukan pake lampu tembak, tapi pake lentera.

Terangnya ya cuma di tempat yang kita jalani, enggak sampe ujung.

Jadi belajarlah untuk percaya penuh bahwa Lentera Agung itu yang akan menyertai setiap langkah hidup kita.

Wagelaseh, sekarang saya baru bisa ngomong kayak gitu, dulu sih boro-boro, bawaannya nangis mulu kalo udah terjebak sama ketidakpastian hidup πŸ˜‚

Can you see God is molding me and changing me?

-----

Friend(ship)zone...


Dokumentasi Panitia KPM Perkantas 2018

Postingan Instagram saya itu kebanyakan isinya tentang momen kehidupan saya dan orang-orang di sekitar saya.

Ada foto-foto makanan juga sih memang.

Tapi alasan saya kenapa lebih suka posting foto-foto momen bareng orang-orang tersebut adalah karena sesimpel keberadaan mereka berharga di hidup saya (aih, syedaaaph!).

Etapi etapi beneran loh!

Daripada saya posting foto-foto selfie saya, hayo?

Model bukan, artis bukan, ganggu iya πŸ˜‚

Bagi saya, bukan suatu kebetulan Tuhan hadirkan orang-orang tersebut di hidup saya.

Mulai dari keluarga, teman, sahabat, sampai rekan pelayanan yang mungkin bakal ketemu setahun sekali aja enggak.

Buat saya, kehadiran mereka semua pasti ada maksud Tuhan di dalamnya.

Dan menurut saya, momen bersama teman-teman Tim Heman KPM 2018 juga terlalu indah untuk enggak diceritakan disini (hayo, siap-siap yang namanya bakal dimention dimari 😁)

-----

Saya enggak bisa berhenti bersyukur sama Tuhan karena sudah dipertemukan dengan rekan-rekan baru yang luar biasa.

Banyak banget hal-hal yang bisa saya teladani dari rekan-rekan di Tim Heman ini.

Perbedaan latar belakang kehidupan seakan enggak jadi masalah untuk menyatukan hati dalam melayani Tuhan.

Jadi tuh yah, awalnya kita teh awkward-awkward pisan.

Ya namanya juga baru kenal, kaku-kaku manja gimana gitu kan.

Terus lama-lama jadi seru pas ketemu di CO.

Emang sih, saya akuin pas CO sering juga kita error karena udah kelelahan pulang kerja.

Cuma memang ya, hebatnya Tuhan adalah adaaaa aja momen-momen kecil tapi nyeleneh yang Ia kasih buat menghibur kita.

Salah satunya se-nyeleneh milih pemain musik untuk sesi Kapita Selekta.

Waktu itu Kak Eta briefing ke kami bahwa di sesi Kapita Selekta akan ada 1 lagu yang dinyanyiin.

Dan itu cukup diiringi dengan gitar dan keyboard aja, jadi gak harus full team.

Awalnya, yang ditunjuk itu Kak Wiyar sama Bang Aris.

Cuma entah kenapa pas CO keberapa itu tiba-tiba jadi main lempar-lemparan.

Nah, biar adil, akhirnya kita hompimpa alaium gambreng.

Entah ide darimana saya juga lupa tapi akhirnya kami berempat beneran gambreng, cuma demi keadilan siapa yang harus pelayanan di Kapita Selekta! πŸ™ˆ

Terus penentuannya yang 2 kalah terakhir yang jadi pemusiknya.

Jadilah, saya dan Bang Aris menjadi 2 pemusik yang kalah terakhir.

Sebel, enggak sempet dimasukkin ke Instastory sih πŸ˜‚

-----

Selain 2 gitaris dan 2 keyboardis, saya juga ketemu 2 MC dan 2 singer yang enggak kalah serunya.

Di MC ada Bang Alex dan Kak Stevi, di singer ada Inggi dan Levy.

Menjelang hari-H saya sempet agak panik.

Kenapa?

Karena CO kami baru full team di CO terakhir, dimana semua lagu udah harus selesai aransemen dan segala sesuatunya.

Sedangkan di sayanya bahkan masih agak ragu-ragu untuk tentuin filler.

Tapi yah balik lagi, bahwa Tuhan pakai tim yang enggak sempurna ini untuk melayani Dia dan jemaat-Nya di KPM.

Bukan dengan cara kami, tapi dengan cara-Nya.

Percayalah, dengan mengetahui fakta ini, panik langsung hilang seketika.

Saya pribadi sih sangat terberkati banget dengan permainan musik yang kami mainkan sendiri.

Seperti yang saya bilang sebelumnya bahwa saya juga bahkan sampai bisa nikmatin isi lagunya, bisa sampai nyanyi juga, padahal 2 tangan ini kudu pencat-pencet tombol-tombol keyboard jangan sampai salah efek.

-----

Di bagian ini, saya mau bagikan kesan-kesan subyektif saya terhadap rekan-rekan sepelayanan di Tim Heman KPM 2018.

Semoga kedepannya kami boleh tetap jadi teman baik walaupun frekuensi ketemu udah enggak sesering CO (kemudian Meista jadi mellow...jangan nangis! πŸ˜‚)

Kak Stevi: kakak MC cantik yang cuma ketemu sekali pas CO tapi malah dekeeeet banget pas KPM.

Waktu lagi sesi persekutuan doa hari ke-2, secara 'kebetulan' saya dan Kak Stevi tukeran mimpin doa bidang.

Kak Stevi yang kerja di pendidikan pimpin doa bidang media, saya yang kerja di media pimpin doa bidang pendidikan.

100% bukan settingan!

Terus Kak Stevi juga yang selalu ingetin kami bahwa segimanapun deg-degannya pas main musik, hal yang paling penting adalah menikmati lagunya bener-bener.

Menikmati puji-pujian untuk Tuhan dimana yang bermain disini enggak cuma teknisnya, tapi jiwanya.

Thanks for reminding us, kakak!

Bang Alex: abang MC yang awalnya kupikir galak, tak taunya berhati malaikat dan suka ngelawak.

Rajin nyetok martabak, minuman bersoda, dan teh kotak selama latihan di sekret Perkantas, Pintu Air.

Sayangnya, impian beliau untuk dapet quote seperti para pembicara harus ditenggelamkan.

Sabar ya, Bang.

Mungkin ini memang belum waktunya abang dibikinin quote πŸ˜

Minimal muka abang muncul kok di video dokumentasinya ✌πŸ˜„

Kak Wiyar: mbak gitaris yang suka nyanyi dengan gaya rocker pas lagi di kamar mandi.

Percayalah, saya dan Thesa gak pernah absen ketawa (maaf, kaaaak!).

Beliau selalu pay attention to detail ketika lagi bahas aransemen.

Salut banget deh pokoknya sama mbak yang satu ini.

Bang Aris: abang gitaris yang suka jadi 'tumbal' saat pemain musik lain ngerasa lelah.

Misalnya aja pas lagi cari aransemen sebuah lagu worship.

Karena kita udah bingung dan lelah, biasanya kata-kata yang kita lontarkan ke dia adalah: "Bang Aris saja".

Dan Bang Aris pun hanya bisa ketawa-ketawa sambil ngomong: "Jangan lah, kita bareng-bareng aja".

Baik, Bang, baik.

Thesa: rekan keyboardis yang satu ini memang lumayan pendiam.

Tapi sekalinya ngobrol bareng bisa pecah parah.

Apalagi waktu dia ngenalin satu akun Instagram: The Good Advice Cupcake; animasi cupcake yang bikin gagal fokus gara-gara nada bicaranya yang nyeleneh dan sok imut.

Bayangin, suara si cupcake itu ditiru sama Thesa (dan bahkan saya juga ikut ketularan virusnya), ketawa ngakak pun tak tertahankan.

Inggi: singer cantik yang selalu 'ketinggalan' di kamar.

Jadi gini, di Tim Heman itu ada 5 cewek: saya, Kak Wiyar, Kak Stevi, Thesa dan Inggi.

Nah, berhubung 1 kamar itu cuma bisa berempat, jadilah Inggi yang harus berpisah kamar sama kami.

Tiap mau latihan atau mulai sesi, Inggi selalu minta kami untuk ngetok kamar dia (fyi kamar kami seberangan, 205 dan 206).

Kenyataannya, kami sering lupa 😭

Jadilah kami tiba duluan di aula, dan dia ketinggalan di kamar.

Sampe dia pernah bilang 'trauma'.

Duh, maaf Inggiiiii!!!! πŸ’“πŸ’“πŸ’“

Levy: si adek singer yang sering ngetawain saya tiap kali gagal bunyiin Tutti di keyboard.

Itu loh, suara yang kayak orkestra yang akhirnya bisa 'cesss' gitu.

Dengerin detik 1:34 - 1:38 di video performancenya Twilite Orchestra waktu nyanyi Bangun Pemudi Pemuda:


Sumber: Youtube Channel Addie M.S.

Itu versi aslinya kalau pake orkestra.

Di keyboard, bisa juga bikin efek suara Tutti.

Cuma suara 'cesss'-nya bisa keluar kalo tuts piano dipencet keras-keras.

Kalo saya bilang mah harus sambil marah-marah.

Nah, Levy demen banget dah ngakak kalo saya udah kesel sendiri enggak bisa bunyiin 'cesss'-nya si Tutti πŸ˜‚

Memang enggak banyak sih waktu yang kami habiskan bareng, karena dia juga baru-baru join latihan di waktu-waktu terakhir dan di hari-H KPM.

Tapi so far puji Tuhan banget kami boleh kompak untuk melayani Dia, satu-satunya Penonton Tunggal dari keseluruhan pelayanan mimbar yang kami kerjakan.

-----

Terakhir, saya cuma bisa ketawa cekikikan saat denger Kak Stevi bilang: "Apakah sudah ada seseorang yang bisa didoakan?" di sesi Closing Ceremony.

Ya...gimana, ya.

Saya sebenernya cukup menghindari topik atau hal macem ini.

Bagi saya, kayaknya ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal berbau pasangan hidup tersebut.

Soalnya, baru aja masuk tempat kerja baru dimana saya lagi mulai mau taat sama Tuhan dari awal terkait panggilan hidup.

Cuma...lagi-lagi diingetin kalo 'For Such A Time Like This' berbicara tentang waktu-Nya, bukan waktuku.

Jadi, jika ternyata Tuhan bukakan kembali hati yang bisa 'bangun' cinta dengan segala kekurangan, keberdosaan, dan ketidaklayakan ini, sepertinya enggak salah kalau saya mulai mendoakan seseorang lagi untuk dipertimbangkan menjadi teman baik.

Toh, orangnya juga enggak tau 😝

#ngibriiittt

-----



Terima kasih sudah baca sampai sini, Friendtizen!

Semoga memberkati dan menginspirasi, ya.

Sori sori banget kalau banyak ungkapan yang terlalu nyeleneh, hehehe.

Sampai ketemu di pelangi berikutnya! 🌈

So this is the story of mine, what about yours? πŸ˜Š

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN