Posts

Showing posts from August, 2022
Coba nih ya, biasanya gua kalo memutuskan ikut kamp itu kudu di- trigger  sesuatu atau seseorang; antara karena guenya dilibatkan pelayanan, atau karena ada bestie gue di sana. Sekarang mau ngetes dan menguji hati untuk ikut sebuah kegiatan yang dimotivasi karena kebutuhan. Yah, kelihatannya momennya sangat tepat untuk gue ikut acara ini di masa-masa "istirahat pelayanan"--konteks pelayanan yang literally melayani di ladang rohani. Masih fase ambil jeda dan istirahat, kayaknya pas kalau gue ikut acara ini. Pas banget juga untuk menguji hati dan motivasi. Karena...ya jujur aja lately gue lagi nyadar bahwa ternyata gue sering jatuh ke motivasi yang gak baik-baik amat kalo lagi terima pelayanan. Despite of I realize that I have my own-given-capacities,  sering juga motivasinya karena 'merasa dibutuhkan'. Nah, sekarang fasenya kebalik, gue yang lagi membutuhkan orang lain. Gue yang lagi butuh pertolongan. Dan di fase "istirahat pelayanan" ini kiranya gue bisa be
The biggest liar I've ever heard (and ever believed when the hard time strikes...) ...is that God cannot be trusted .
I'm always think big. Dream big. Expecting things. But now I realize that maybe sometimes we just need to take a small step and get things done. Perhaps...there are times that we don't need to think big or too expecting things. Look around. There must be something good even in something that we consider "small" or even "unseen" or "taken for granted-things". (This writing came up every time I said: "God, I'm tired.")
Bingung... Kalo udah sayang sama orang, ketika ditanya: "Sibuk gak", "Kapan gak sibuk", "Maaf jadi ganggu kesibukannya", berasanya kayak gak punya kesibukan. Lebay ye, wk. Bohong banget gak sibuk. Tapi kalo kesayangan yang nanya/ngomong gitu, ya pengennya ngasih waktu aja langsung, terlepas sibuk atau engga. Semoga ini gak memicu "Savior Syndrome" yha, karena Satu-satunya yang omnipotent kan cuma Tuhan. Namun bersyukur, hati yang bisa sayang gini pasti anugerah dari-Nya. So gemay & beautiful ❤️🍃

Resign

Image
It feels weird... Ketika lo tengah menempuh perjalanan dan petualangan yang...lo yakin lo tengah menapaki langkah yang tepat, tapi karena anginnya kencang banget, jadi seringkali ngerasa bersalah dan ragu. Lo yakin lo tengah berjalan ke arah yang tepat, tapi lo gak tahu jalan di ujung sana bakalan baik atau enggak buat lo. Orang banyak bilang ini istilahnya: beriman. Sebuah langkah yang gak lo ambil hanya dalam sekejap mata, sehari, dua hari, seminggu, sebulan, setahun...tapi bahkan bertahun-tahun. Hingga akhirnya keberanian untuk mengambil keputusan pun tiba. So, yah...this is it. Collecting every courage I have to keep walking, keep going, and keep hoping that I...no, that we ...are not alone in this journey. Maybe this story is one of a small dot that will create a Bigger Story. Idk. All I know is just keep going and put my faith on The Invisible Father, Who always taking care of us until now. 🍃 P.S.: sebelum klean-klean mengira gue job-hoping lagi untuk yang kesekiaaaan kalinya (

The Story Behind "Cuan"-Life Management

Image
Pulang sekolah bareng papa diajak mampir sebentar ke ATM. Tiba-tiba ketika kelihatannya beliau mau tarik tunai, yang gue lihat dia cuma bengong. Terdiam, terpaku depan mesin ATM. Frozen ("let it gooo~"  hee...bukan yaa, saudara 🥲).  Saat itu gue gak ngerti apa-apa. Bahkan memori yang tersisa ya cuma peristiwa di depan mesin ATM itu. Pas pulang ke rumah gue tetep gak ngerti apa-apa. ----- Itu memori yang masih diingat sampe sekarang, ketika itu gue masih duduk di bangku SMA. Sekian tahun berikutnya, akhirnya gue ngerti apa yang terjadi. Tahun 2021 merupakan masa awal gue menyadari bahwa "gue hidup". Lha emang selama ini mati? Bukan, bukan, wkwk 😅. Gue akhirnya menyadari bahwa gue punya kehidupan yang harus gue urusin dan pertanggungjawabkan. Means, (harusnya) no longer under my parents' control, harus mulai belajar mandiri, belajar mempertimbangkan dan membuat keputusan. Ya intinya bertanggung jawab lah sama hidup. Pemikiran ini datang ketika gue lagi tantrum-t

Thank you, Overwhelmed...

Thank you, overwhelmed... Karena lo hadir, gue jadi ngeh bahwa gue perlu masukkin agenda "istirahat" ke todo list harian yang segabrek-gabrek. Untung lo dateng sebelum si burn out  dateng. Kalo si burn out mampir...dahlah. Gue kagak tau bakalan begimane jadinya. Lu dateng aja bikin gue capek, apalagi si burn out . Sinyal yang lo berikan menyadarkan gue bahwa ada hal yang memang perlu dibuat sesuai idealisme, perlu dibuat perfeksionis, ada juga yang cuma butuh 'yaudalah yang penting selesai' atau apa adanya aja. Dan ternyata itu membantu untuk meringankan beban pikiran + jadi bikin gue menikmati hal-hal yang jadi tanggung jawab gue untuk dikerjakan. Thank you, overwhelmed. Cuman jangan sering-sering lah datengnya. Capek woy. 😅 (...kemudian jawab si overwhelmed: Yhaaa monmaap neng yang kebanyakan agenda dan kegiatan kan situ. Coba tulung masupin agenda "istirahat" coba biar ane gak mampir melipir.) --- Oke, another random thing in my brain bikin percakapan de

Takut Ditinggal dan Takut Kehilangan

Image
Takut kehilangan relasi. Takut kehilangan kasih sayang dari orang-orang terdekat. Takut kehilangan kepercayaan dari orang-orang di tempat kerja. Takut kehilangan pekerjaan. Takut kehilangan diri sendiri. Takut kehilangan komunikasi dengan orang-orang yang dikasihi. Takut kehilangan momen bersama orang-orang yang dikasihi. Takut ditinggalkan. Takut dijauhkan. Semuanya dimulai dengan kata: "takut" . ----- Rabu, 10 Agustus 2022 Hari ini lagi minta izin WFC (Work From Cafe) karena mau ketemu temen dekat yang dalam pekan ini akan berangkat ke negeri Paman Sam untuk studi lanjut. Dia adalah salah satu orang yang "gue pilih" untuk menunjukkan sisi ter-rapuh dan terlemah gue, and thank God  kita berdua sama-sama memilih untuk tumbuh bersama sebagai saudara dalam Kristus (terima kasih pemuridan kampus yang mempertemukan kami! Bertemu dengan Christiani Sagala dan Kak Masniar Elysabahtini menjadi salah satu warna terindah dalam hidup gue karena lewat kelompok kecil ini gue dii

The Useless Thing

Image
Selasa, 9 Agustus 2022 Semua masih terasa cukup "jetlag"  ketika mengalami atau melihat banyak hal terjadi dalam waktu bersamaan. Belum genap sepekan adaptasi di tempat hidup yang baru. Baru aja membuka diri untuk rekonsiliasi dengan beberapa teman dekat. Menyesuaikan ritme hidup untuk masing-masing aspek (pekerjaan, aktivitas pelayanan, berelasi sama keluarga, berproses dalam sebuah pergumulan, dan lain-lain). Semuanya kadang bikin sakit kepala karena pertanyaan yang sering muncul adalah: "Ini yang mana dulu dah yang harus gue kerjain? Mana yang harus diprioritaskan?" ...karena semuanya terlihat penting dan harus dinomorsatukan. Respon apa yang muncul pertama kali? Khawatir. --- Hari Selasa kemarin seperti biasa tiap bangun pagi di kepala gue sudah satsetsatset memikirkan rancangan life flow apa-apa aja yang perlu gue kerjakan dan urus di hari itu. Salah satu agendanya adalah meeting rutin dwi-mingguan dengan pimpinan gue jam 10 pagi . Sejak malam sebelumnya, si Me
Kataku hari ini pada diri sendiri: "Meista, gapapa loh untuk bikin kesalahan (dalam konteks ketidaksengajaan). We all do. Don't push yourself too hard to please everyone, because...they won't be. They won't be pleased by any kind of your "perfection". Just do your part well, dan tetap jadi diri sendiri. You can do it today! " 💜

A Weekend True Story

Image
Minggu, 7 Agustus 2022 21:48 Menikmati punggung yang panas abis dikerok mama lantaran gaenak bodi gegara sakit kepala akibat nangis semaleman dan tidur gak nyenyak. Kenapa sih lo? Ada apa sebenarnya? ----- Masing-masing orang punya caranya sendiri dalam berekspektasi. Masing-masing orang, juga punya caranya sendiri dalam meresponi ekspektasi yang tidak terealisasi. Hal-hal yang "dipasangkan" ekspektasi pun bisa beragam, tergantung dari apa value yang dianut oleh masing-masing orang. As for me, relationship and friendship become my top/highest value in my life. Ketika diberi kesempatan untuk berelasi dengan orang lain, mungkin ini dalam konteks pertemanan, gue akan masukkan itu ke dalam skala prioritas kehidupan gue. Apalagi, jika gue menilai bahwa relasi tersebut layak gue perjuangkan (emang ada relasi yang gak layak diperjuangkan? Ya ada. Relasi yang taken for granted gitu; yang datang dan pergi gitu aja). I thought...the relationship that I will tell in this story ada dalam

Segalanya "Tau Gitu..."

Tau gitu gausah terlalu semangat. Tau gitu gausah sampe berkali-kali memastikan jadi-tidaknya pertemuan. Tau gitu gausah dateng on time. Tau gitu gausah berekspektasi bisa cerita-cerita. Tau gitu gausah searching2 tempat sedari kapan tau. Tau gitu gausah capek2 keliling mal demi nyari tempat yang nyaman buat bersama. Tau gitu mending urusin perut sendiri dulu ketimbang "pengen makan bareng temen2". Tau gitu dibikin flat aja hatinya, gausah semangat2 amat. Tau gitu biasa aja orang ini juga relasi yg kayaknya biasa aja. Tau gitu ini bisa dilihat sebagai relasi yg permukaan aja, gak harus yg terlalu dalem apa gimana biar gak berekspektasi. Tau gitu... ----- Semuanya serba "tau gitu" kalo hati lagi kecewa. No one told me to muter-muter ngider-ngider mal segede gaban buat nyari tempat paling kondusif buat bersama. Yeah, no one told me. Gue aja yang terlalu inisiatif. Tau gitu...gak usah inisiatif. Biasa aja.  No one will understand everything I felt because...no one told
TUHAN gak sibuk. Yang sibuk manusia.
It's scary...to be rejected because I'm trying to be myself. Sometimes I have the courage, but other times I don't. I can't insist people to understand me more than I am (even more than God understands me), but the fear of rejection is a real thing. That feeling is real. There are times when I can feel safe and rest assured that I'm—the sinner—totally accepted and loved by God. But now, I just can't enjoy that truth—that God will never reject me because I'm acting authentically to become my true-self.
Kenapa gue suka tiba-tiba punya pemikiran bahwa gue takut menyesal menjadi diri gue yang sekarang? Takut menyesal padahal sebenarnya yang perlu gue lakukan hanyalah "ya melangkah aja, lo gak luput dari kesalahan juga kok" . Kocak dah. Random banget. Landasannya: takut . Dan kakak psikolog yang pernah follow up gue pernah bilang: Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan berlandaskan rasa takut, itu enggak baik, Mei.