Posts

Showing posts from 2022

Jalan Hidup Tak Selalu (NKB 170)

Jalan hidup tak selalu tanpa kabut yang pekat, namun kasih Tuhan nyata pada waktu yang tepat. Mungkin langit tak terlihat oleh awan yang tebal, di atasnyalah membusur p’langi kasih yang kekal. Habis hujan tampak p’langi bagai janji yang teguh, di balik duka menanti p’langi kasih Tuhanmu. Jika badai menyerangmu, awan turun menggelap, carilah di atas awan p’langi kasih yang tetap. Lihatlah warna-warninya, lambang cinta yang besar, Tuhan sudah b’ri janjiNya, jangan lagi ‘kau gentar. Habis hujan tampak p’langi bagai janji yang teguh, di balik duka menanti p’langi kasih Tuhanmu. Jauhkan takut, putus asa, walau jalanmu gelap, perteguh kepercayaan dan langkahmu pertegap. “Tuhan itu ada kasih”, itulah penghiburmu, di atas duka bercahaya p’langi kasih Tuhanmu. Habis hujan tampak p’langi bagai janji yang teguh, di balik duka menanti p’langi kasih Tuhanmu.
Jadilah padaku seperti yang Engkau mau Meskipun aku tak selalu harus tau, jalan mana yang harus ditempuh dan yang seringkali ternyata penuh liku, tapi setidaknya aku bertumpu pada kehendak-Mu dalam hidupku Mungkin selamanya aku hanya akan bertanya ini-itu, di tengah-tengah banyak ketidaktahuanku Namun hal ini yang kiranya jadi kerinduanku: berjalan di dalam terang-Mu dan percaya sama hati-Mu Sekalipun akhir-akhir ini aku lagi lebih sering menggerutu, I'm trying and always learning to love You with all my heart, mind, and everything I can do Please help me to trust You.
Percaya sama Tuhan, tapi insekyur sama manusia. Yep, that's me. Gue nulis gini abis baca renungan dari warungsatekamu di bagian pertanyaan perenungannya: "Pernahkah kamu mengalami teduhnya pelabuhan Allah lewat kehadiran orang lain dalam hidup kamu? Siapa yang saat ini sedang memerlukan dorongan semangat dari kamu?" Abis baca bagian ini gue jadi cukup skeptis dan rada sinis. Mungkin karena hati memang lagi bermasalah. Gue kinda kurang percaya bahwa Tuhan hadir lewat kehadiran orang lain karena nyatanya orang-orang itu mengecewakan. Tapi memang lambat laun gue sadar juga...ya itu memang fakta yang harus gue terima, bahwa manusia itu mengecewakan. Gue juga pasti mengecewakan buat orang lain. Lalu gimana caranya buat percaya bahwa Tuhan hadir lewat kehadiran orang lain? Memikirkan ini rasanya kayak jadi punya dualisme. Seperti kalimat pertama gue di atas: percaya sama Tuhan, tapi insekyur sama manusia. Pernah gue bertanya-tanya: so what's the point?  Haruskah gue seperca
Jadi teringat...dulu waktu awal-awal kerja dan berkarir, salah satu permohonan gue dalam doa adalah: gue bisa kerja di tempat yang memungkinkan gue untuk tetap ambil pelayanan. Karena...prinsip gue hidup itu isinya gak melulu kerja kantoran, tapi ada hal-hal lain dalam hidup yang sama berharganya dengan kerja di kantor. Memang gue tipikal yang workaholic . To do-list di kantor dan di ponsel pribadi aja bisa segabrek-gabrek. Dulu bangga bisa punya to do-list banyak. Makin ke sini, makin frustrasi sendiri lantaran kebanyakan to do-list dan gak banyak yang di- checklist .  Akhirnya gue pelan-pelan belajar bahwa mengeliminasi beberapa hal dalam hidup itu penting, demi bisa fokus sama hal-hal yang benar-benar esensial. Apa aja yang masuk ke dalam kategori "esensial"? Menurut gue gak ada jawaban absolut tentang hal ini karena setiap orang akan punya skala prioritasnya masing-masing. But as for me,  gue akan mengeliminasi/seengganya tidak menaruh fokus lebih pada hal yang hanya akan
Karir bukan pasangan hidup. Pasangan hidup bukan karir. Kalo dalam berkarir, kita bisa resign , atau pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Kalo udah ketemu pasangan hidup dan ngelanjutin hidup bareng, mana mungkin bisa resign  dari kehidupan berumah tangga. Those 2 things cannot be and shouldn't be placed at the same level. Yang 1 memang harus dicari panggilannya dulu, meski ternyata jika kenyataannya harus pindah-pindah tempat kerja sana-sini. Intinya masih bisa pindah lah yah. Yang 1 lagi, justru mesti dipertimbangkan dan dipikirkan matang-matang. Karena...relasi dan karir ternyata 2 hal krusial yang berbeda satu sama lain. Boleh resign kerja? Ya boleh. Boleh resign berumah tangga? Jangan ngadi-ngadi deh. 😂😅
Ngeselin adalah... ...ketika kerjasama dengan orang yang mengaku punya visi tapi kurang paham bagaimana cara mengimplementasi. Ini sih gak masalah, karena memang ada orang yang lebih dominan punya big picture , ada yang executor . Gue pribadi masuk ke golongan yang kedua, karena gue lebih suka mengeksekusi sesuatu yang sudah di-visi-kan sama orang lain. I love to help people . Cuman yang gaswat dan kadang-kadang agak challenging adalah menghadapi seseorang yang big picture , tapi gak paham gimana cara eksekusi yang baik, tapi sotoy dan ngerasa lebih tau banyak ketimbang mereka yang bener-bener punya ilmu di bidang tersebut dan menguasai bidang tersebut. Kayak...misalnya jadi pengen ngerespon gini: "Eehh...maap ni punten. Aye pan kuliah di bidang ntu, pengalaman di lapangan juga di bidang ntu, yaa emang belum ekspert-ekspert banget sik, tapi apanan kan aye tau bijimane ngerjainnya. Situ monmaap yang ladangnya beda sama ane ngapa jadi belagak paling tau banyak? 😅" Intinya sih.
Turns out...gue tersadar bahwa mengetahui "why" dan "how" itu kudu sepaket. Hanya tau "why"-nya aja tanpa mau mendalami "how"-nya sama dengan omong kosong. While "how" doang tanpa ada "why"-nya sama dengan kopong. Gaada tujuan. Gue makin paham sekarang bahwa keberadaan "why" dan "how" itu seimbang banget. Pantesan aja frasanya memang gini: WHEN YOU KNOW THE WHY, YOU WILL KNOW THE HOW They can't stand alone. It completes each other.
There's a looot of things I want to write. Too many draft posts I have on blog or phone that haven't been published. Ada yang masih outline, cuman kalimat pertama, setengah jadi, sampe yang udah mayan padat isinya tapi tetep gak ke-publish. Maybe I'm too busy with working at office. Maybe I'm too busy to earn money--so that I won't depend on my father anymore. But I often contemplate on my own thought: is this the thing that you really want to do? Is it His calling? If so, why you can't have the joy, the contentment, and the peace? Why everything seems so wrong? Why earning much money doesn't make me feel...happier? (Yea, no doubt that I need money too, but...I just can't understand why I can't feel happy. I feel like less motivated and have no desire while doing my job). Apa yang harus gue ubah?
전 만나서 반가워요. 이야기시간을 전 기다릴게. 잘 살아, 선배님. 이따봐. 잘 지내.
2023...kenapa gue masih pengen banget seriusin bahasa Korea yah.. Pengen banget, sepengen itu. Tapi kalo ditanya "Buat apa?", gue belum punya bayangan/visi yang jelas ke arah mana gue bawa si bahasa Korea itu. 1 hal yang gue sadari saat ini adalah...gue punya hasrat yang tinggi untuk menguasai bahasa asing, baik Inggris maupun Korea. 흥...글쎄. 난 몰라.

Why Have You Chosen Me?

Why have You chosen me out of millions Your child to be? You know all the wrongs that I've done... Oh, how could You pardon me, forgive my iniquities to save me, give Jesus Your Son But Lord, help me be what You want me to be Your Word I will strive to obey My life I now give, for You I will live and walk by Your side all the way --- I am amazed to know that our God's so great could love me so He's willing and wanting to bless His love is so wonderful, His mercy's so bountiful I can't understand it, I confess But Lord, help me be what You want me to be Your Word I will strive to obey My life I now give, for You I will live and walk by Your side all the way --- Gue berterima kasih sama penulis lagu ini. Jujur, lagu ini merepresentasikan pertanyaan-pertanyaan dalam batin: kenapa sih Tuhan mau pilih gue? Kenapa Tuhan masih mau pakai gue untuk ngerjain pekerjaan-pekerjaan Dia yang gue sendiri ngerasa gak layak ngerjainnya? Kenapa gue jadi salah satu orang yang Dia pilih
Jam 10:18 di kantor   dan GUE NGANTUK. Hih! Tolong 😩

Bingung adalah...

...ketika kayanya iya, tapi kayanya enggak juga. Tapi kayanya lebih condong ke iya, cuman gak tau juga. Hah elah. Pusing.

A Message For 2023

Janganlah sedih Janganlah resah Jangan terlalu cepat berprasangka Janganlah gundah Janganlah resah Lihat segalanya lebih dekat dan kau bisa menilai lebih bijaksana... ("Lihatlah Lebih Dekat" - Sherina Munaf & Ucy Nurul - OST. Petualangan Sherina) --- Meista, you've got this! 💪🏻💪🏻💪🏻

Don't Try To Be Perfect

Kadang capek deh jadi orang yang ramah. Niat hati ingin jadi diri sendiri, tapi ketika orang lain gak ramah balik ke kita, bawaannya jadi sedih. Kecewa. Jadi bertanya-tanya: "Ngapain sih Mei harus ramah segala?" "Ngapain sih Mei harus friendly? Orang-orang juga gak segitunya ke elo. Beberapa malah lebih cuek kan?" Niat hati ingin jadi diri sendiri, tapi ternyata diri ini tidak melulu diperlakukan sama oleh orang lain (re: ramah, friendly). Pada akhirnya, mau gak mau gue harus ngerti bahwa setiap orang memang karakternya beda-beda. Memang jadinya sedih dan kopong ya ketika udah ramah sama orang, eh ternyata orangnya tidak meresponi sesuai dengan yang diharapkan. Kecewa, baper, terus muncul negative thinking: "Gue berisik ya?" "Gue harusnya gak perlu seramah itu ya?" "Gue harusnya jutek aja kali ya biar aman?" "Gue banyak bacot ya?" "Emang gue drama banget ya?" Pelajaran terkait hidup yang tak melulu bisa memenuhi eksp

Thank you for the pain

Let's finish this unhealthy stories. You're rejecting me or what? You think I'm stupid? Capek banget lama2. Sering berakhir menyalahkan diri sendiri tapi kali ini gue gamau melakukan hal yg sama. I know my worth. Thanks for the kind of communication. Kalo lo cuma dateng buat mampir dikit dikit dikit, cek ombak, atau cari nyaman, artinya lo udah ngelukain hati gue, paham? This experience is hurtful, but I assume you don't care and you won't care.
I think the words "We're just friend" has to be ended here. Right now. And it's time to close the door to fear of rejection, so the memories won't appear anymore. It's not because I have a 'new one'. It's not because I have already healed from the past events. It's because I decided to be healed, and to feel the forgiveness, especially from myself. I need a healthy self-love. Not a selfish one, but a healthy one. When I'm healthy, I'm sure that I can have a healthy relationship with others as well. Counting down to the end of 2022, I decided to walk away from that "just-friends" bad memories, and start to loving Meista again just the way she is. Will I get rejected again? Sure. I'm not immune to rejection. But now I do know...that I shouldn't have to be the Meista that she used to be. I will keep honest and true to myself, makes her healthy inside-outside, and letting her to enjoy her wonderful life in this cruel world
Stay honest before the Lord , and pray according to where you are emotionally , not according to where you think you should be . Betsy Childs Howard - "Seasons of Waiting" chapter 6 page 84
Good luck to you. Selamat berproses. https://anchor.fm/meista-yuki-crisinta/episodes/Journal-2---Good-Luck-To-You-e1s4ghj https://open.spotify.com/episode/0zb5PGjqNW33ItkBm6P5PU?si=88d150ecf6354328

A Request for Forgiveness and Freedom (Dealing with Regret & Shame)

This morning I realize that I'm on the phase of dealing-with-regrets-and-shame. I've re-written my old story here , dan tersadar bahwa: buset, udah berapa kali cerita ini gue tulis di mana-mana? Ini ada apa? Kenapa masih aja keinget? Isunya ternyata ya ada di efek jangka panjang itu. Efeknya membuahkan sebuah penyesalan dan rasa malu yang berkepanjangan. Gue udah totally move on. Udah ada yang baru juga bahkan. Tapi justru kehadiran "yang baru" ini yang menyadarkan gue bahwa gue belum kelar dengan penyesalan dan rasa malu akibat apa yang pernah gue lakukan di masa lalu. So, this morning I'm trying to ask God sincerely to heal and take my regrets & shame, and ask for forgiveness. I need His help to forgive myself, to forgive my failure, to forgive my stupidity. --- Lord of Heaven & Earth, I'm ready to accept Your forgiveness I'm ready to forgive myself I'm ready to admit that I feel the long-term effect of regrets & shame I'm ready to be

Kejujuran: Sebuah Luka dan Bayar Harga—Para Cewek Pikir-Pikir Lagi Kalo Mau Menyatakan Perasaan, Hehe

Image
Peristiwa penolakan yang terjadi di masa lalu ternyata bukan hanya sebatas menimbulkan luka dan trauma, melainkan perubahan pola pikir; khususnya dalam konteks bagaimana diri sendiri menilai serta memandang diri sendiri. Tulisan ini aku dedikasikan khusus buat para cewek-cewek yang mungkin konteksnya saat ini lagi suka sama cowok. Tapi memang hati-hati, jangan sampe tulisanku ini langsung dijadikan best practice  tanpa melihat bahwa setiap kita (khususnya para cewek) itu punya karakter, kepribadian, pola pikir, dan respon yang berbeda ketika menghadapi fenomena yang sama: menyukai seseorang dari kaum Adam. --- Menyukai teman lawan jenis itu bisa gue bilang sebuah anugerah ya. Itu berarti kita diciptakan memiliki emosi, perasaan, dan bukan sebagai ras robot yang segala sesuatunya lempeng-lempeng aja gitu. Dalam perjalanan dan petualangannya, kita para cewek pasti punya kisah dan cerita masing-masing ketika ada di fase ini. Balik lagi: characters matters . Ada yang easygoing  santuy-mant
So...there are things you can't control, right? I often told myself to "trust your gut!", tapi kadang ragu juga itu beneran insting atau cuma insecure. Di sisi lain, positive thinking pun punya konsep yang berbeda dengan mempositif-positifkan kondisi yang memang tidak positif. But whatever it is...the only thing I can put my trust and faith now is only The Owner of Heaven and Earth. Almighty GOD. I will keep going, doing my best in everything I can do, then I'm allowing God to do His part in my life. Surrender...is the key to truest joy and serenity.
Accept it is as it is. Nasehat utama dari psikolog yang pernah gue konsultasiin. Sedang berlatih pelan-pelan untuk menerapkan mindfulness  dan gak perlu melulu menilai kondisi, situasi, dan orang lain terlalu cepat. Ini kayaknya esensi dari "menikmati hidup". Bukan artinya hidup lurus gatau mo kemana, tapi ya enjoying the present as a present. Seringkali yang bikin jatuh adalah ekspektasi. Jadi ketika gue udah bikin perencanaan dan rencana itu gak sesuai realita, usaha terasa sia-sia. Nah sekarang, gue mau coba untuk bangkit lagi, tetep bikin perencanaan lagi, tapi lebih legowo aja kalau hasilnya gak sesuai ekspektasi. Yang penting udah ada usaha. Kayak...ya yaudah. Ayo, maju terus. Melangkah lagi. Kalo capek istirahat. Kalo sedih nangis. Mungkin ini bisa jadi terapi diri sendiri yang baik untuk mengurangi intensitas rasa insecure dan FOMO yang seringkali mengganggu 😔

Emangnya Gue Se-Ngegas Itu?

Image
Sebenarnya gak nyari yang sempurna juga. Apalah arti sempurna ketika gue juga bukanlah seseorang yang sempurna. Yang dicari adalah dia yang gak main-main sama hati perempuan. Ya..memang gue pribadi gak bisa tahu dan gak bisa bedain (dan gak bisa peka, to be honest ) mana yang memang motivasinya main-main, mana yang lagi cek ombak, mana yang 'sok asik' dan seru padahal memang dari sananya udah begitu (maksudnya ya gak berarti dia suka sama gue juga), mana yang memang ya tulus mau berteman. Cenderung polos, tapi gak bego. Tapi somehow bisa peka juga. Hahaha sebenarnya males sih ya kalo udah bahasan yang gini-gini lagi. Gue sadar gue dianugerahi kepekaan, tapi terakhir kali gue peka, dan ternyata kenyataan tidak sesuai ekspektasi, hancurnya banget-banget. Salah tafsir. Udah seneng banget ternyata ni orang mau berteman sama gue dan terbuka juga sama kisah hidup masing-masing (meski gak semua ya, seengganya gue dapet sense bahwa gue dipercaya sama cerita-cerita dia. Itu aja udah sen
Cukuplah kasih karunia-Nya bagiku, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Nya menjadi sempurna. -Paul

I Quit

Image
Berhenti. Berhenti untuk menganggap bahwa diri ini mampu mengerjakan segala sesuatunya tanpa batas. Berhenti untuk punya pemikiran bahwa diri ini tak layak mendapat pertolongan. Berhenti untuk memaksakan diri terlalu keras untuk melakukan hal-hal yang memang sudah di luar batas dan kemampuan. Berhenti untuk menilai diri, "Lo masih kurang berusaha, Mei. Resiliensi lo rendah. Jangan lemah!" Sampai akhirnya...dirinya lelah. Nyatanya, diri ini memang lemah. Helpless. Powerless. Gak punya daya dan kekuatan apa-apa untuk mengontrol hidup bahkan untuk hal sekecil apapun. Nyawanya sendiri pun gak ada dalam kontrol tangan sendiri. Yang bisa dilakukan sebenarnya hanyalah melakukan tanggung jawab kehidupan sesuai porsi, kapasitas, dan bersandar pada Lengan yang Kekal. Semudah itu? Enggak. Bayang-bayang kehidupan yang sudah di- framing sedemikian rupa dalam kepala nyatanya hanya menciptakan sebuah ilusi bahagia yang tak terealisasi. Menciptakan asumsi yang tak terverifikasi. Mendatangkan
Being (too) independent is dangerous, somehow. Lord of Heaven and Earth, help me to recognize Your guidance and help me to encounter the loneliness.

A Short-Sunday Reflection

"Tuhan selalu hadir untuk kita, Tuhan selalu menolong kita. Meskipun tentu cara-Nya tidak selalu sama seperti yang kita mau." Kata-kata dalam doa yang di- mention  sama pak pendeta ini bikin gue tiba-tiba berlinang air mata. Gak biasanya gue berdoa pas ibadah Minggu di gereja sampe nangis; tapi kali ini denger 2 kalimat itu langsung basah pipi gue. Why? "...tentu cara-Nya tidak selalu sama seperti yang kita mau." Lebih mudah percaya kalau Tuhan pasti akan menolong kita, tapi butuh bergumul dan merenung kembali (bagi gue pribadi) untuk percaya bahwa jenis pertolongan Tuhan gak sama dengan ekspektasi/harapan gue. --- Lately gue lagi belajar lagi tentang memasang ekspektasi. Dari tahun ke tahun gue sering dapet pelajaran berharga terkait ekspektasi pribadi terhadap berbagai hal. Seringkali, ekspektasi ini membuat gue jadinya membuat 'skenario hidup' sendiri yang menurut gue itu terbaik buat gue. Sampai pada tahap yang lebih ngotot ya gue jadi ngerasa "renc
I'm definitely stop "rampok"-ing you. Now I'm starting to mention your name when I pray to God. And...just wanna say: thank you for coming to my life. Now I'm starting to learn the essence and important lesson of: love.
The words "I miss you" feel so real. Second later I woke up and realize that: "Itu cuma mimpi, Mei." If it wasn't a dream, I would say: "I miss you too. Are u okay? How's life? Is there any single story you want to tell me? Did you enjoy your work lately?" But, I'm sorry I will keep my attitude like this. Being silent and quiet. Seeing you from far away and keep asking God: "What should I do about this?" and keep waiting in the midst of uncertainties. One or two times I mention your name in my prayer; with the acknowledgement that we're nobody for each other. But God knows I do care about you. Hope you're doing well wherever you are. Take care.

For how long?

She felt a headache. Her hands were trembling. Her chest was painful. Her eyes and cheeks are wet. She has no clue or idea of  how long she has to wait. Does the guy worth the wait? Should she consider this guy? Are all of these things worth the wait? The pain, the helpless-feeling lead her to nowhere. She knows she must keep going but sometimes she felt that she has no energy left to keep going. She knows what's right, what's not. But she's too weak to do the right thing. To wait.

Belajar dari Sebuah Kondisi Saat Kita yang Bukan Pegang Kendali

Image
Salah satu challenge jadi pemain musik untuk kegiatan ibadah/gereja adalah: pamer skill. Kalo bukan pamer skill, seenggaknya pasti ada perasaan atau pemikiran yang pernah terbesit seakan-akan permainan musik yang dilakukan itu buat "konser"; to showing off that we can play the music well. Zero mistakes. Smooth composition-intro-ending-bla bla bla. Butuh waktu yang gak sebentar bagi gue pribadi untuk berproses dalam hal ini. Dimulai dari masa-masa ikut persekutuan di kampus, sampai sekarang udah umur nearly 30 masih diminta tolong jadi pemusik tuh gue tetep ngerasa I'm still on the process; untuk punya mindset dan pemahaman bahwa: "Lu main musik bukan buat konser, cuy. Peran lu gimana caranya komposisi musik yang dimainkan—mau seheboh atau sesimpel apapun aransemennya—bisa 'mengantarkan' jemaat nyanyi dari hati buat nyembah Tuhan." Apalagi dalam konteks main musik buat ibadah/gereja ya. Gak gampang, I know. Hahaha. Sebuah proses yang panjang untuk seorang