A Short-Sunday Reflection

"Tuhan selalu hadir untuk kita, Tuhan selalu menolong kita. Meskipun tentu cara-Nya tidak selalu sama seperti yang kita mau."

Kata-kata dalam doa yang di-mention sama pak pendeta ini bikin gue tiba-tiba berlinang air mata.

Gak biasanya gue berdoa pas ibadah Minggu di gereja sampe nangis; tapi kali ini denger 2 kalimat itu langsung basah pipi gue.

Why?

"...tentu cara-Nya tidak selalu sama seperti yang kita mau."

Lebih mudah percaya kalau Tuhan pasti akan menolong kita, tapi butuh bergumul dan merenung kembali (bagi gue pribadi) untuk percaya bahwa jenis pertolongan Tuhan gak sama dengan ekspektasi/harapan gue.

---

Lately gue lagi belajar lagi tentang memasang ekspektasi. Dari tahun ke tahun gue sering dapet pelajaran berharga terkait ekspektasi pribadi terhadap berbagai hal.

Seringkali, ekspektasi ini membuat gue jadinya membuat 'skenario hidup' sendiri yang menurut gue itu terbaik buat gue. Sampai pada tahap yang lebih ngotot ya gue jadi ngerasa "rencana yang udah gue bikin lah yang paling bener dan paling oke buat hidup gue".

Turns out, realita hidup ternyata gak selamanya mulus kan?
Ide untuk membuat 'skenario hidup' sendiri lambat laun membuat gue lelah karena ekspektasi dan realita sering gak ketemu.

Berdoa "Tuhan, tolong. Tuhan, tolong" pernah menjadi sebuah kejemuan luar biasa bagi gue karena gue gak ngerasa Tuhan lagi nolongin gue. Yang ada gue sering jatuh pada frustrasi, stres, dan depresi tatkala apa yang gue minta itu tidak terjadi, apa yang gue ekspektasikan itu tidak terjadi, dan pertolongan yang gue minta pada Tuhan itu gak terjadi sesuai sama apa yang gue mau.

Padahal...

...gue lagi mengalami yang namanya 'lemah iman'.

Kebanyakan baca konten medsos dan berita yang bikin draining ternyata memupuk rasa ketakutan dan insecure serta FOMO berlebihan dalam diri gue, sampai akhirnya gue bener-bener hidup berlandaskan ketakutan.

Gue kehilangan seorang Meista yang berani ambil resiko, berani ambil langkah karena dia tahu perjalanannya lagi dipimpin sama Tuhannya.

Tapi kali ini dia lagi diserang oleh banyak hal kekhawatiran yang bikin dia diam di tempat, gak maju, dan luar biasa takut untuk melangkah. Seenggaknya pikirannya yang terganggu akhir-akhir ini karena dikuasai ekspektasi.

---

Ketika tadi denger doa bapak pendetanya, gue yang kayak: 😭😭😭😭😭

Terlontarlah pertanyaan-pertanyaan untuk gue pribadi:

Apakah gue lagi meragukan Tuhan?

Apakah gue lagi tutup mata sama pertolongan Tuhan? (jangan-jangan sebenarnya pertolongan itu udah ada tapi gue gak sadar aja karena gue sudah mem-framing pertolongan-Nya dengan skenario yang gue buat sendiri?)

Apakah gue lagi lupa bahwa gue manusia rapuh, lemah, gak berdaya, sehingga sebenarnya gue memang lagi butuh berserah dan mencoba untuk menyediakan waktu duduk diam dengar ketimbang menuh-menuhin to do list/checklist yang gak ada habisnya?

---

Pikiran gue tuh kompleks banget isinya, sampe-sampe gue yang mikir aja suka gak ngerti sama apa yang dipikirin.

Gara-gara ini, sejak mulai aware bahwa Meista lagi tak bisa mengerti dirinya, mulailah dia berdoa:

"Tuhan, lagi kenapa ya Meista ini? You know her more than I am. Please help me to understand her thoughts and her feelings. Thank You."

Dan doa yang gue denger dari pak pendeta hari ini memperlihatkan pada gue bahwa ternyata kondisi gue lagi mencengkeram erat beban hidup yang gue minta pertolongannya pada Tuhan tapi tetep harus dengan cara yang gue mau.

Turns out...it won't work.

All I need is surrender.

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN