Engga Siap (Apanya?)

Photo by Beng Ragon on Unsplash


Engga siap untuk apa, Meista?

Engga siap untuk sakit hati lagi di ladang pelayanan.
Engga siap untuk gagal ujian bahasa.
Engga siap untuk gagal lagi di proses rekrutmen, dan...
engga siap untuk jatuh cinta lagi.

---

Dua hari terakhir ini gue tiba-tiba sakit kepala. Nyut-nyutan banget.

Gak paham penyebabnya apa. Tidur cukup. Makan aman. Les bahasa jalan terus. Kerjaan baru...ya emang belom dapet sik, tapi kan ini lagi on progress, lagi ada written test yang lagi dikerjain. Jadi apa? Apaaa yang bikin gue sakit kepalaaaa?

Wkwkwk.

Hari ini, Minggu, 23 November 2025. Gara-gara masih sakit kepala, gue akhirnya batal CFD-an. Padahal dari kemaren udah niat banget pengen ikut CFD (Car Free Day/Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB)), sekadar speedwalking dari Bundaran HI sampe Gelora Bung Karno (GBK) juga udah cukup kok. Namun batal, dan akhirnya gue pindahin jadwal olahraganya ke sore hari: main bulutangkis bareng si adek.

Selama perjalanan menuju GBK tadi sore, gue mencoba menguraikan sebenarnya gue ini lagi kenapa, kenapa sakit kepala dua hari berturut-turut padahal sudah minum paracetamol.

Dan...mungkin gue akan coba menguraikannya dalam tulisan ini. Seperti biasa, "tanpa nama" ya ๐Ÿ˜Š

---

Engga siap untuk sakit hati lagi di ladang pelayanan.

Sejak gue mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), LAGI, gue memang mengurangi kegiatan pelayanan.

Lagi capek mental. Batin lagi terluka gara-gara kehilangan pekerjaan yang, gue yakin banget, full of spark in my heart.

Sejak dikabarin per akhir Januari 2025 bahwa pekerjaan gue dan seluruh staf yang terlibat akan diberhentikan per Maret 2025, gue sebenarnya sudah "mati". Dan menjalani hidup sejak Februari awal ke bulan September kemarin rasanya kayak zombi: hidup, bernafas, bernyawa, tapi tak ada jiwa.

Gue bangun setiap pagi hanya dengan satu pertanyaan: Tuhan, kenapa saya masih hidup dan masih bangun hari ini?

Guys, you know what? You can't understand someone's sufferings until you loss something that you consider priceless. Buat yang belum pernah ngerasain pedihnya di-PHK dua kali dalam hidupnya, cerita gue ini akan susah bikin lo berempati, gue yakin.

But that's okay, thou. Empathy is something that comes from within, and not being forced. Di sini gue cuma mau bilang aja kalo peristiwa di-PHK tahun ini tuh memang bikin gue "mati rasa", dan itu amat sangat ngaruh ke kehidupan sosial gue, termasuk betapa malasnya gue terlibat lagi di dalam kegiatan pelayanan Kristen, di manapun itu.

Singkat cerita, ini gue lagi terlibat di sebuah pekerjaan pelayanan lagi (gak perlu gue sebut di mana dan menjadi apa). Jujur, awal gue nerima pelayanan ini tuh lebih ke 'yaudah deh, coba lagi dulu aja. Toh sepertinya kondisi mental gue sudah jauh lebih baik meskipun pekerjaan baru juga belum dapet sebenarnya'. 

Namun ada sebuah masalah kecil, kecil banget, sepele banget menurut gue yaitu terkait nentuin jadwal rapat, yang mana di mata gue keliatannya jadi super ghuedee banget masalahnya lantaran si jadwal rapatnya bersamaan dengan jadwal ujian JLPT N3 bulan Desember nanti.

Kalo mau dibuat sederhana sebenarnya kan bisa aja ya: gue tinggal bilang kok ke anggota lain bahwa gue gak bisa ikut rapat saat itu. That's it. Titik, gak pake koma. Masalahnya, di guenya udah langsung overthinking banyak hal. Kalian warga yang pernah ovt pasti ngerti lah ya that kind of fake scenarios that popped up in mind tuh gangguuuu banget.

Nah itu. Itu yang membuat gue memberi persepsi ke diri sendiri bahwa: gue gak siap untuk sakit hati lagi di arena ladang pelayanan.

Heungg...capek sama pikiran dan persepsi sendiri. Hahaha.

---

Photo by wu yi on Unsplash


Engga siap untuk gagal ujian bahasa.

As I've mentioned above, bulan Desember gue akan mengikuti ujian Japanese Language Proficiency Test (JLPT) untuk level N3 (hmmm, wait, btw gue tuh belum ceritain proses perjalanan gue di jejepangan pasca di-PHK tahun ini ya... tar deh ya di postingan terpisah, biar enak dan terstruktur aja hehe).

Intinya, kalo untuk konteks ujian bahasa ini, gue sakit kepala karena pelajaran N3 ini gokil banget, ges. Makin challenging, mumet—if I might add, dan gue masih punya PR untuk gak cuma "jago" di baca-tulis doang, tapi juga percakapan dan kemampuan mendengar (kaiwa dan choukai). Nah mungkin gue lagi ada di fase mumet kali ya, jadi hari Jumat kemarin aja gue bahkan sampe izin les bahasa Jepang karena masih sakit kepala (gue ambil les bahasa Jepang online yang jadwalnya setiap hari Senin, Rabu, sama Jumat, btw).

Gitu deh. Kira-kira bisa lulus gak ya nih gue JLPT N3-nya? ๐Ÿ˜ญ

---

Engga siap untuk gagal lagi di proses rekrutmen.

Puji syukur pada Tuhan karena sepanjang tahun yang suram, mencekam, masa depan tak ada harapan, dan Meista yang kerjaannya cuma menangis semalam serta misuh-misuh tak berkesudahan, proses rekrutmen tuh tetap ada aja. Ada wawancara, tes tertulis, dan lain-lain.

Belakangan ini, gue lagi ngerjain salah satu written test dari sebuah lowongan yang gue lamar. Sebenarnya tugasnya gampang banget, gue yakin bisa ngerjainnya. Cumaaan, ya itu tadi. Berhubung di kepala gue isinya udah hopeless dan dark semua, gue jadi pesimis ngejalanin proses rekrutmen ini. Suara-suara kayak 'ah paling tar gak diterima lagi', 'ah gagal lagi lah ini paling', dan suara sejenis menguasai mental serta pikiran.

Entahlah ya, guys. Gue baru ngerasa ternyata begini rasanya mental dan batin yang lagi terluka teramat sangat. Dari penampilan luar gue baik-baik aja. Baik banget dan sehat banget, malahan. Gue masih ketawa-ketawa, ngereceh, tapi jujur di dalam hati, di dalam batin, gue itu masih serapuh itu untuk bangkit dari kekecewaan. Mengembalikan kepercayaan diri bahwa 'Meista itu bisa kerja. Kerja lo bagus, Mei. Lo gak seburuk yang lo persepsikan. Mei, lu itu cantik, pinter, logika lo oke juga, pikiran lo kritis' itu SUSAH.

Sepanjang tahun ini, gue mencap diri gue bahwa gue adalah produk gagal yang Tuhan ciptakan numpang hidup di bumi ini.

---

dan yang terakhir...
Engga siap untuk jatuh cinta lagi.

Bagian ini singkat dan sedikit saja karena...you know lah guys, isi blog gue dimari aja isinya gegalauan gue mulu tentang cowok. Gue sekarang udah 32 tahun...gue tekankan ya: TIGA PULUH DUA TAHUN, dan gue udah ngerasa terlalu tua untuk kembali ngurusin gegalauan hati yang kek begini.

Intinya adalah: I think I found someone who interests me, but...I don't want to ruin our professional relationship's boundaries.

That's all. Gue gak bisa ngomong banyak hahaha maaf ya.

---

Buat yang sudah baca sampai sini, seperti biasa kuucapkan: terima kasih, ya! ๐ŸŒป

Comments

Popular posts from this blog

KENDALI - Part 1: Siapa yang Pegang Kemudi?

Welcome, Dua Puluh Enam!

Dear 'Writing Soul', Where Are You?

Ketika Rumput Tetangga Lebih Hijau. Alami atau Sintetis?

Lagu yang Tak Hanya Menyentuh Hati, Tapi Sampai Menyentuh Jiwa

Jumat, 26 September 2025 02:30

BANGGA

็งใฎไธ€็•ชๅซŒใ„ใชๅ‹•็‰ฉ

SARAPAN PAGI: Pikiran Sehat, Hati Kuat