Pengalaman Ikut Seminar Acara 2019 by Perkantas - Kembali "Ditabok", Gaes!

Seminar Acara 2019

I want to serve the purpose of God in my generation
I want to serve the purpose of God while I am alive
I want to give my life for something that'll last forever
Oh I delight, I delight to do Your will
What is on Your heart? Show me what to do
Let me know Your will and I will follow You
What is on Your heart? Show me what to do
Let me know Your will and I will follow You

-----

Hari Sabtu kemarin (26/1), saya diizinkan Tuhan untuk kembali melayani sebagai pelayan mimbar di sebuah acara.

Sebut saja acara itu namanya: "Seminar Acara 2019" yang dibuat oleh Perkantas Jakarta.

Acara ini ditujukan untuk memperlengkapi para pengurus Persekutuan Mahasiswa Kampus (PMK), khususnya yang melayani di Seksi Acara.

Hmmm...seksi acara ya πŸ€”

Kalo inget "seksi acara", saya jadi flashback ke tahun 2014, di mana saya pernah terlibat menjadi seksi acara di Persekutuan Oikumene FISIP UI (PO FISIP UI).

Sampai detik ini saya nulis, saya masih terheran-heran kenapa saya bisa terlibat di kepengurusan persekutuan kampus.

Apa sih yang kakak-kakak regenerasi lihat dari saya?

Apa sih yang Tuhan lihat dari saya?

Kenapa saya bisa langsung jadi Koordinator Seksi Acara pada waktu itu?

Kenapa saya yang gak tahu apa-apa tentang kepengurusan ini tiba-tiba dapat sebuah tanggung jawab yang bener-bener gak mudah untuk dilakukan?

Terlepas dari lika-liku kehidupan kampus yang sudah terlewati, saya tahu betul jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan itu: Tuhan mau saya HIDUP dalam Dia, bukan cuma tau tentang Dia.

Tuhan mau saya memper-Tuhankan Dia dalam Yesus Kristus SETIAP HARI, bukan cuma ketika ada maunya doang.

Yes, benar adanya bahwa ketika jadi pengurus (yang cuma setahun itu) saya ditempa banyak banget.

Diajar banyak banget.

Ibarat kata, saya itu kayak jemaat yang ngalemin titik balik setelah 'dicemplungin' dulu ke pelayanan.

I really thank God for this, really.

-----

Oke, kita kembali ke tahun 2019.

Di postingan saya beberapa waktu lalu, saya sempet nulis betapa saya menikmati lagu "When You Believe" dari original soundtrack film The Prince of Egypt.

(monggo baca tulisannya dimari yes 😊)

Sejak saya merenungi dan menghayati lagu itu, dan kembali menghayati kisah nabi Musa, saya menyampaikan komitmen pribadi ke Tuhan kalau saya mau untuk menjadi pemusik-Nya seumur hidup.

Bersedia taat untuk melayani Dia lewat musik dan pujian di manapun dan kapanpun Tuhan mau.

Kenapa? Saya sadar betul kalo bermain piano ini adalah talenta yang Tuhan kasih buat saya.

Awalnya saya emang biasa aja ketika tau kalo saya bisa main piano dengan baik.

Mikirnya lebih ke: so what? Everybody can do it kalo emang mau belajar.

Tapi ketika saya renungkan hal ini lebih dalam, saya sadar bahwa selama ini Tuhan banyak berbicara sama saya lewat musik dan lagu (mostly memang lagu rohani).

Dan ketika saya sadar bahwa saya sering terberkati lewat musik dan lagu, di saat itu juga saya ingin melakukan hal yang sama untuk orang lain.

Ingin rasanya orang lain bisa menikmati hadirat Tuhan lewat puji-pujian.

Dan aplikasinya terlaksana pertama kali di Seminar Acara 2019 ini.

-----

Sabtu, 22 Desember 2018

Kak Eristha, salah satu kakak yang saya kenal di KPM 2018 nge-WA saya siang-siang.

Waktu itu kebetulan saya lagi liburan Natal di salah satu kawasan di Jakarta Pusat (cara aman berlibur a.k.a. menghindari macet luar kota, shay! πŸ˜‚).

Nah, chat kami kurang lebih seperti ini:

Kakaknya (K): Hallo meista πŸ˜ƒ Lagi sibukkah?
Akunya (M): Halo kaaakk. Gak kook lg libur hehehe. Ada yg bisa dibantu?
K: Adaaa, hihii. Aku mau sharing pelayanan nih πŸ˜ƒ Jadi gini ta, januari ini mau ada seminar untuk sie acara untuk PMK2. Tujuan dari seminar ini, untuk memperlengkapi seksi acara di PMK bagaimana peran mereka dan bagaimana mempersiapkan ibadah yang baik (secara firman dan teknis). Aku mau sharingin kamu untuk jadi pemusik pas seminar acara nanti. Acaranya Sabtu, 26 Januari 2019 dari jam 09.00 - 16.00 . Apa kamu bersedia? πŸ˜ƒ

Waktu itu saya gak langsung bales.

Saya mikir.

Saya sempet bingung.

Dari segi jadwal sih memang masih kosong banget bulan Januari itu.

Tapi dari sisi kesiapan, oke gak?

Lalu saya inget komitmen pribadi yang saya bikin di bulan November 2018 itu.

Jangan-jangan, mungkin ini memang aplikasi konkritnya.

Tapi...aduh bingung nih ini tuh pelayanan yang Tuhan izinkan buat saya lakuin atau enggak yah?

Guys, kenapa saya sebegitu bingungnya?

Gini, jadi pemusik di pelayanan mimbar itu gak mudah dari sisi menata hati.

Godaan untuk mencari perhatian atau pujian orang itu besar banget.

Iyalah, secara elo ada di depan gitu.

Semua mata bisa memandangmu secara nyata.

Semua mata bisa melihatmu memainkan alat musik secara baik, keren, atau apapun penilaiannya.

Pikiran dan perasaan macem gini pasti ada:

Aduh, gue harus main bagus nih.

Aduh, aransemen gue harus oke nih.

Aduh, nanti kalo salah gimana ya?

Sebelum saya mengalami titik balik kehidupan lewat persekutuan kampus, saya sering beranggapan bahwa saya main musik ya karena saya bisa aja.

Tanpa tahu, bahwa ternyata bisa jadi pemusik itu semata-mata karena anugerah pelayanan dari Tuhan aja.

Nah, ketika saya sampai pada pemahaman tentang melayani sebagai pelayan mimbar, ditambah lagi makin diteguhkan untuk memberikan talenta ini 100% buat melayani Dia, saya jadi takut pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan pamer yang dulu ada lagi gitu.

Setakut itu.

Sampe pernah terpikir gini: kenapa sih pemusik mainnya harus di depan jemaat?

Gak bisa diswitch aja gitu jadi ke belakang jemaat?

Biar cuma musiknya yang kedengaran, pemain-pemainnya gak usah keliatan.

Kan kalo kayak gini juga jadi gak ribet harus nentuin dresscode lah, perlu make up atau enggak lah, bahkan mungkin pakai sendal jepit juga gak masalah πŸ˜‚

Oke maafkan kesesat-pikir-an saya yang random ini πŸ˜‚

Tapi beneran, saya pernah mikir kayak gitu saking takut rasa pamer dan show off-nya muncul lagi.

Setelah merenung cukup lama dan berdoa, singkat cerita saya iya-kan chat dari Kak Etha keesokan harinya.

-----

Puji Tuhan saya menikmati momen-momen kesehatian dengan rekan-rekan sesama pelayan mimbar.

Bertemu kembali dengan Levy dan Bang Aris sesama pelayan mimbar KPM 2018, lalu dengan rekan-rekan baru seperti Kak Agnes dan Kak Hans yang jadi panitia, Eva MC, Bang David keyboardis, Andhika bassist, Ivan cajonis, Kak Laras singer, dan Indra, Kak Deve & Kak Eristha yang juga ketemu di KPM 2018 😁

Di waktu-waktu latihan yang super terbatas, puji Tuhan kami boleh merampungkan aransemen lagu yang akan dibawakan di hari-H (meskipun bercanda itu juga entah mengapa sungguh mengasyikkan tapi sekaligus menyita waktu 😩).

Saking asyiknya, gak berasa ternyata hari-H udah di depan mata.

Saya dan rekan-rekan pelayan pun (dengan persiapan bersama dan masing-masing) mau gak mau harus siap menjadi pemimpin ibadah di hari itu.

Dan saya, lagi-lagi teringat dengan 'dosa show-off' yang pernah dialami di masa lalu.

Pas lagi dalam perjalanan ke tempat acara, saya cuma minta sama Tuhan:

Tuhan, plis, pelayanan hari ini kiranya boleh menyenangkan hati-Mu aja. Permainan musik yang aku dan teman-teman mainkan kiranya bisa membawa jemaat menikmati hadirat Tuhan, bukan memancing pujian manusia. Segala pikiran-pikiran aneh dan gak berguna tolong disingkirkan, dan kiranya kami semua gak lupa dengan aransemen serta chordnya. Dalam nama Tuhan Yesus, amin.

...and should I gain any praise, let it go to Calvary...

Tibalah saya di tempat acara dengan selamat, dan pelayanan pun siap dikerjakan.

You know what?

Ini seminar kan untuk dedek-dedek mahasiswa yang baru jadi pengurus yah.

Kok lah saya juga kayak merasa ditegur gitu loh sama Firman yang dibawain Kak Lina, sama segala hal yang dibawain Bang Alex dan Bang Sahat juga.

Saya kayak ada di fase: saya udah tau tentang hal-hal soal ibadah, tapi di saat itu saya kayak 'ketabok' lagi.

Yesaya 29:13 bikin saya ngeri kalau menyelenggarakan ibadah yang terjebak tradisi.

Ada 1 hal yang mengganjal dan jadi pikiran sebenarnya, tentang gereja, tapi saya belum bisa cerita lebih banyak di ranah publik ini.

Mungkin kalo ada yang mau kepo bisa japri langsung aja ya masalahnya kenapa.

Siapa tau bisa jadi pokok doa bareng-bareng.

Lalu Hosea 6:6 yang jadi highlight Firman pada hari itu.

Di mana Tuhan itu lebih menyukai kasih setia (hesed, covenant) daripada korban sembelihan.

Tuhan lebih menyukai pengenalan akan Dia, daripada korban-korban bakaran.

Kasih setia dan pengenalan akan Dia...dua hal yang ternyata sering luput di beberapa penyelenggaraan ibadah.

Dua hal PENTING yang sering terlupakan dibanding dengan:
- packaging acara yang bagus dan keren
- kesuksesan acara dan LPJ
- makanannya enak atau enggak

(itu komentar pribadi tentang ibadah-ibadah yang saya alami di luar kampus ya. Semoga PMK-PMK enggak kayak gitu 😭)

Oke mungkin saya lagi gak ada di posisi seksi acara saat ini.

Tapi saya kan pelayan di bagian acara, a.k.a. pemusik.

Saya pun harus belajar untuk menaati apa yang jadi kehendak Tuhan dalam peribadahan.

Itu dari sesi Kak Lina.

Dari sesi Bang Alex dan Bang Sahat...beuuh, jangan tanya.

Dulu jadi seksi acara udah ngapain aja ya Meiii?

Pertanyaan batin ini terus mengudara di pikiran.

Belum lagi, ketika sesi tanya-jawab.

Pas banget penanya pertama adalah adik mahasiswa dari PO FISIP UI.

Jadi penilik kampus udah ngapain aja, Meistaaa?

Kemana aja kamu selama ini?

Sayangnya saat itu saya lagi ada di depan, di tempat pemusik.

Rasa mau nangis ini ditahan-tahan supaya gak menimbulkan pertanyaan dari orang-orang sekitar.

Saya pikir-pikir: iya yah, udah secuek itukah gue sama persekutuan kampus?

Okelah mungkin gaada waktu untuk datang ke Depok karena udah sibuk sama pekerjaan.

Tapi berdoa? Sudah tak adakah lagi doa untuk adik-adik di kampus?

Di saat itulah saya sadar bahwa saya kurang berdoa untuk mereka.

Oke iya saya tau bahwa tanpa ada campur tangan saya pun, tanpa saya harus melakukan apapun, tangan pertolongan Tuhan jauh lebih kuat dan hebat.

Tapi di sini masalahnya ada pergulatan hebat di dalam hati yang mengatakan bahwa saya gak bisa diem aja dengan kondisi persekutuan kampus saya.

Bukan bermaksud balas budi...atau ya anggaplah demikian, saya juga sadar betul bahwa dulu Tuhan gunakan persekutuan kampus ini untuk membawa saya untuk kenal Tuhan lebih lagi.

Saya sadar emang udah terlambat sih untuk jadi seksi acara di kampus.

Rasanya kayak baru sadar banyak hal, baru tau banyak hal, tapi kenyataan berkata bahwa saya bukan mahasiswa lagi.

Pengen rasanya dateng ke kampus terus bilang apa-apa aja kesalahan yang pernah saya lakukan ketika jadi seksi acara dulu dan berharap mereka tak melakukan kesalahan yang sama.

Tapi kayaknya itu bukan langkah yang bijak.

*menghela nafas*

Selesai pelayanan di Seminar Acara ini, saya cuma mau lakukan 1 hal: berdoa.

Berdoa supaya saya bisa komitmen untuk berdoa buat persekutuan kampus saya sendiri.

Lebih sukacita kalau ternyata bisa diizinkan ketemu sama adik-adik pengurus yang sekarang.

Bukan mau menggurui atau apa, nooo.

Cuma mau berdoa dan kasih support buat mereka.

-----

Oh iyah! Btw aniwei busway...

Pas lagi sesi kan saya ke toilet.

Di sana ada 2 peserta yang lagi cuci tangan.

Tanpa sengaja, saya nguping pembicaraan mereka.

Bukan nguping juga sih, ya namanya juga kamar mandinya sekecil itu ya, obrolan apa juga pasti kedengeran kali πŸ˜‚

Mereka ngomong gini kurang lebih:

Eh itu lagunya gimana deh tadi gue suka deh.

Yang let me know Your will, eh bener gak sih sok tau deh gue.

Iya pokoknya yang itu deh tar kita cari yuk, bagus deh lagunya.

Gue yang ada di dalem toilet membalas dalam hati: iya dek, itu juga salah satu lagu yang aku nikmatin :") selamat mencari tahu kehendak Tuhan ya dek...

-----

Last but not least, Lukas 10:41-42 dari sesi Summary by Bang Alex juga mengingatkan saya bahwa saya sedang hidup di 'dunia Marta'.

PR-nya adalah bagaimana menjaga 'hati Maria' di kehidupan yang hiruk-pikuk dan penuh kesibukan ini.

Hahaha, saya tau betul sih gimana rasanya 'sibuk' waktu di kampus dulu.

Apalagi jadi seksi acara yang sangat sangat sangat bersentuhan dengan hal-hal teknis.

Ini akhirnya jadi bahan doa juga buat adik-adik yang baru nyemplung di pelayanan kampus sebagai seksi acara.

Bukan cuma konteks di kepengurusan PMK, tapi kisah Marta dan Maria juga jadi teladan buat saya ketika menghadapi pekerjaan sehari-hari sih.

Saya diingatkan kembali bahwa pentingnya waktu untuk duduk diam di hadapan Tuhan buat denger Firman-Nya instead of sibuk-sibuk ngerjain sesuatu tapi bukan dengan motivasi yang benar.

Whom am I serving?

Myself? Or Father in Heaven?

Semoga tulisan saya kali ini bisa jadi berkat buat para Friendtizen yang baca πŸ™

See you next post! πŸ’“

-----

I want to give my life for something that'll last forever
Oh I delight, I delight to do Your will
Let me know Your will and I will follow You

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN