7 Hal yang Gue Lakukan Ketika Depresi

Photo by Raychan on Unsplash


Dealing with depression is something that I always struggle for. Struggling karena lo kayak ngerasa lagi perang sama pikiran lo sendiri, while mungkin sebenarnya, realitanya, kondisi sedang baik-baik saja. Tapi pikiran lo berkata sebaliknya. Struggling because I don't want to hurt anybody, especially my close circle. Karena biasanya kalo lagi depresi kayak gini kan muka udah butek diliatnya, ngomong pake intonasi tinggi dan cenderung marah-marah--pagi ini aja ngomong di rumah udah rada gak nyante, dan memilih untuk menjauh terus menyendiri.

===

Akhir-akhir ini lini media sosial lagi digempur sama kebanggaan atas kemenangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu sebagai penyabet medali emas di cabor bulutangkis ganda putri Olimpiade Tokyo 2020. Tentu, gue juga gak ketinggalan ngikutin pertandingan mereka beberapa hari yang lalu yang bikin jantung dekdekan dan suara mayan serak karena ikutan teriak saking semangatnya. Tentu, gue juga ikut overproud sebagai warga negara Indonesia yang menyaksikan perjuangan mereka sampai sejauh ini. Bener ya, usaha gaakan mengkhianati hasil. Turut senang dan bangga sama pencapaian mereka πŸ‘. Bahkan ngeliat juga di salah satu postingan tentang salah satu cuplikan MV-nya Agnes Mo yang lagu "Muda", di situ ada shot Greysia Polii lagi megang papan tulis bertuliskan: "I wanna be...a world champion athlete." And wow! It happened 8 years later. Her dream comes true, through every journey, process, and efforts she already done.

But then...gue tiba-tiba overthinking lagi. Like: how come people has their own dream? Gue jujur gatau loh mimpi sama cita-cita gue apa πŸ˜• Gue coba menggali-gali memori masa kecil gue untuk mencari dan menemukan apa sih yang jadi mimpi gue? It's hard, because I couldn't find it. Gue gatau mimpi gue apa. And it leads me to the thought that: keknya selama ini gue hidup berdasarkan apa kata orang deh. Berusaha untuk nurut sama orang-orang dan keadaan aja gitu. Katanya yang lebih baik begini, gue ikutin. Katanya yang lebih baik begitu, gue turutin. Tapi gak ada satupun hal yang gue lakukan karena motivasi: "I want to do this, because this is my dream." No. Gaada.

Well, I don't know whether this is just my own thoughts, my own assumption--you can judge me freely because I don't care, tapi memang isi pikiran yang kayak gitu menghalangi gue untuk berpikir positif. Ini gue nulis blog begini berharap gue bisa 'numpahin' benang-benang kusut di kepala yang gak penting sebenarnya. Gue tidak sedang berusaha baik-baik saja, tapi gue juga gak mau diam aja membiarkan diri gue dikuasai pikiran-pikiran membingungkan yang memang lagi gue cari juga jawabannya: apa sih yang jadi mimpi gue? Apa yang jadi cita-cita gue dalam hidup?

Nyadar bahwa akhir-akhir ini gue lagi dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif yang datang dari kebingungan diri sendiri, ada beberapa cara yang gue lakukan hingga saat ini. Beberapa diantaranya baik untuk ditiru, tapi beberapa diantaranya gak baik ya--ini gue sadar gak baik tapi tetap dilakukan, so maybe you can aware of these.

===

1. Throwback To My Childhood

Gue mencoba mengingat apa aja hal yang bikin gue seneng sedari kecil. Salah tiga yang pop-up di ingatan adalah segala sesuatu tentang warna-warni, pastel, dan bacaan. Gue gak ngerti ini korelasinya gimana, tapi itu yang sangat membekas di pikiran. Memori lain yang muncul adalah betapa senangnya gue ketika diajak belanja di toko buku. Dan item yang selalu gue cari pertama adalah buku agenda--kayak notes gitu, entah bentuknya binder, orji (jadul bat!), atau notes biasa. Sesederhana karena suka sama warna-warnanya yang colorful. Entar bisa tuh beli banyak, terus dijadiin diary. Wkwkwkw. Terus suka juga beli buku mewarnai sama perangkat mewarnainya. Kadang crayon, pensil warna, spidol, atau apapun itu yang biasanya dalam jangka waktu sebulan udah abis saking seringnya dipake πŸ˜‚

Sedikit merunut-runut, gue ngeh juga bahwa maybe there's a reason kenapa blog Love. Life. Rainbow. ini ada. Mungkin, blog pribadi ini jadi semacam mimpi terselubung yang gue gak sadarin sebelumnya--ya bahwa gue suka nulis, gue suka sama hal-hal yang berbau warna-warni, dan gue gak peduli orang harus suka apa enggak. Kenapa akhir-akhir ini gue jarang nulis, karena kadang suka 'terjerat' dengan kaidah-kaidah pembuatan konten yang harus begini harus begitu, padahal kalo di blog pribadi yang tujuannya buat numpahin isi hidup sih yaudalah ya biasa aja gausah ribet (tuh kan ngomong sendiri, nemuin solusi sendiri, LOL πŸ˜‚). Jadi gara-gara jarang nulis, stresnya gue pendem sendiri hingga akhirnya malah dikuasain pikiran-pikiran gak penting.


2. Mengunduh Wallpaper Desktop Bertema Pastel

Karena saban hari gue selalu bekerja depan laptop, otomatis tampilan wallpaper desktop pun akan selalu gue lihat setiap hari. Sekarang gue lagi masang wallpaper beberapa desain feed Instagram pribadi yang pernah gue buat. Tapi sepertinya udah masuk fase bosan, jadi memang sudah selayaknya diganti. Dan pilihan gue kali ini jatuh pada wallpaper-wallpaper yang bertemakan warna pastel. Adem diliatnya. Neduhin banget.

Googling aja. Banyak kok.


3. Overworking

Ini salah satu tips yang sungguh amat sangat tidak baik. Jadi gini, gue kalo lagi dalam kondisi begini salah satu pelampiasannya ke kerja, tapi lebay. Dari pagi sampe pagi lagi, yang gue lakukan cuma ngerjain kerjaan di laptop. Bisa tuh tidur jam 3 pagi, terus entar bangun jam 8 buat siap-siap kerja lagi. But this is not good, kenapa? Karena gue kadang jadi males mandi, males makan, gak berinteraksi sama orang-orang rumah, gak istirahat, males nyuci, males bersihin kamar, males beberes barang--yang mana gue biasanya paling disiplin buat decluttering barang-barang setidaknya 2x sebulan. Ya males hidup sih jatohnya.

Overworking. Dan ini berpotensi nurunin kualitas hasil kerjaan juga sebenarnya, karena lo kerja dengan motivasi pelampiasan, bukan karena lo senang hati mengerjakannya. Itu sih yang gue rasain.

Udah gitu sebenarnya overworking itu sendiri kan bakal bikin lo gak sehat, secara fisik maupun mental. Udah tau lo lagi depresi tapi malah sengaja overworking itu another kind of suicide attempt. Iya, itu yang gue lakukan.

Nah, terus gimana mengatasinya. Hmmm, ini gue juga struggling banget sih. Overworking secara sengaja karena ingin kabur dari realita intinya gak sehat. Jadi gue lagi coba belajar untuk maksain diri berhenti. Misalnya gini: sejak gue buka laptop, gue pasang timer 2-3 jam misalnya, yang mana nanti si timer itu judulnya "Stop! Minum air putih dulu", atau "Istirahat woey!", something like that. Jadi pas timernya bunyi, mau lagi se-asik apapun kerjaan gue harus stop. Demi kesehatan mata juga kan.


4. Snacking Tiada Henti

Photo by NeONBRAND on Unsplash


Ngemil itu hal yang wajar. Ngemil tiada henti itu yang bakal bikin melar. Salah satu pelarian gue biar 'survive' dari depresi ini adalah ngemil. Masalahnya, ngemil sambil dalam keadaan emosi gak stabil itu memang bisa berbahaya juga. It's not good for my own body. Nanti biasanya udah enak di lidah, menyesal kemudian. Yah intinya sih tau porsi aja. Harusnya ngemil itu nambah mood jadi baik, bukan malah memperburuk mood dengan perasaan bersalah, wkwkwk πŸ˜‚.


5. Terima Pertolongan dari Orang Lain, dan Menjauh dari Negative Thinking

Gue sangat bersyukur dengan kehadiran orang-orang di sekitar gue yang sudah memahami gue. Gue pernah bilang ke mereka: "Kalo aku mulai aneh-aneh, diemin aja ya. Nanti reda sendiri." And thank God, setelah proses drama-drama yang begitu panjang, akhirnya mereka mengerti. Gue pun juga memberi diri untuk mengerti bahwa gak semua orang bisa ngertiin gue, even those in my inner circle. Gue jadi guilty sendiri sih kalo udah mulai sensian, nada bicara agak naik, mood lagi gak baik, karena sedih juga kalo orang lain gue sensiin. Makanya gue sering ngingetin diri gue sendiri kayak gini:
"Kalo dalam satu momen gue ngerasa semua orang lain salah, atau gue membuat mereka semua berada di posisi salah, berarti sebenarnya lagi ada yang salah sama diri gue sendiri."
Jadi, gue biasanya menarik diri dulu, bikin diri gue tenang dulu, baru berinteraksi lagi sama orang-orang. Paksain diri untuk mengerti bahwa maybe those people means no harm to you. Yang lagi marah-marah kan gue, bisa jadi malah mereka yang terluka karena gue (I always do the self-talking like this, heu~ πŸƒ).


6. Nulis Blog

Terakhir kali gue nulis di blog itu bulan Juni awal kalo gak salah, dan ini udah bulan Agustus which means sebulan penuh gue gak numpahin apa-apa. Harusnya blog ini memang jadi 'kotor' karena isinya overthinking-overthinking gue yang gak berfaedah. Gak berfaedah tapi nyata (itu gimana ya, bisa begitu ._.). Di tahun 2020 gue pernah berkomitmen untuk rajin nulis. Bukan nulis hal-hal yang rapi, terstruktur, memberkati, menginspirasi, bukan. Tapi hal-hal toxic yang harusnya gak hinggap di pikiran gue, gue alihkan itu ke dalam bentuk tulisan sehingga pikiran gue diharapkan bisa lebih jernih dan lebih baik lagi. Dalam hal ini, khususnya di blog ini, memang gue harus lebih rajin nulis dan lebih konsisten supaya pikiran dan mood bisa terjaga lebih stabil. Ya monmaap dah yak jadinya kagak menginspirasi apa begimana begitu πŸ˜‚. Cuman kagak ngarti aja aye pas iseng liat stats yang nge-view udah nyampe 10rebu. Heran, pada liat apaansi dimari, kagak ada bagus-bagusnya woey padahal πŸ˜….


7. Talk to Your Counselor

Sangat bersyukur punya kakak konselor baik hati yang sabar banget gue bombardir dengan permintaan konseling, wkwkwk. Di akhir pekan ini, gue akan kembali ngobrol sama beliau dalam upaya gue meluruskan benang-benang kusut yang gak gue pahami ini (re: membantu Meista menemukan mimpinya, hiyaaa! ).

===

Anyway gue gak lagi self-diagnose ya. Gue tau gue depresi karena tanda atau indikasinya memang udah hafal dan gue sadari banget. Semalem banget, gue berupaya tidur jam 9 biar bisa bangun jam 5 secara teratur, tapi apa hasilnya? Gue gabisa tidur karena pikiran ini berisik. Pikiran berisik tuh kayak...gini-gini, lo pernah gak sih ngehakimin diri lo sendiri? Kalo gue tuh seseringnya gini: "You're not worthy to live. You're useless. You have no dream. You have no bright future", dan sejenisnya. Beda-beda sih negative thoughts setiap orang, tergantung dari gimana historikal kehidupannya masing-masing.

Nah terus akhirnya semalem gue malah scrolling Instagram, Youtube, Pinterest, dan tidur jam 12. Dan itu gak membuat keadaan malah jadi lebih baik. Tetep aja menangis semalam. Sama kalo lagi depresi itu kan bisa ngaruh ke kondisi fisik ya. Ada masa di mana lo bisa sesek nafas gara-gara nangis. Apa yang ditangisin? Ya apapun yang ada di pikiran lo itu.

Terakhir gue sempet konsul ke psikiater itu 2 bulan lalu kalo gak salah, dan memang dokternya pun mendiagnosa gue depresi. Padahal jujur waktu itu gue ngerasa mood gue lagi baik, emosi juga lagi tenang meskipun deg-degan takut dokternya bakal bilang gue kenapa gitu ye, tapi ya hasil tes gak bisa bohong.

Gue pikir fase-fase ini berhenti habis di tahun 2020, tapi ternyata gak semudah itu ya. I mean, kayaknya gue bakal selalu struggling sama hal ini. Tinggal gimana aware-nya aja, dan gimana gue harus mengatasinya.

Akhirnya, semalam gue bisa tidur (dan bangun jam 8.30 tadi, hih kesel!). Sebelum terlelap, di antara suara-suara berisik negatif yang berkumandang di pikiran, gue ngeh ada satu suara kecil yang justru ngingetin gue sesuatu: "You always have the choice. The choice is yours." Ini kata-kata yang sering gue lontarkan ke temen-temen gue ketika mereka sedang berada di masa-masa terendahnya dalam hidup. Gue sering bilang ke mereka bahwa mereka punya pilihan untuk keep going or giving up. Dan ternyata apa yang pernah gue bilang ke mereka itu mantul ke diri gue sendiri.

"You always have the choice, Meista. To keep going, or to giving up."

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN