Pengalaman Gokil Sebagai Mentor (PGSM)



I've never imagined that being a so-called "mentor" would be so adventurous yet fun. Siapakah gue yang dapet kesempatan baik untuk menjadi mentor dari sekelompok mahasiswi yang bentar-lagi-lulus-dan-mau-kemana-abis-itu.

Jauh sebelum gue diminta melayani sebagai mentor di sebuah acara pembinaan, tentu gue pernah berada di posisi mereka (re: mahasiswi). Masa-masa clueless, bingung, galau, gak tau harus ambil keputusan apa (kerja dulu atau lanjut studi atau foya-foya), gak tau mau kerja di mana, gak tau mau lanjut kuliah di mana, gak tau mau kerja jadi apa, ya banyak "gak tau"-nya lah pokoknya πŸ˜…

However, seiring dengan berjalannya waktu, gak berasa 5-6 tahun kelewat gitu aja sejak gue lulus kuliah di bulan Agustus 2015. Gak berasa ternyata dalam kurun waktu tersebut ada bhuanyaaaak banget pelajaran dan pengalaman yang, menurut gue, sayang jika tidak gue bagikan ke orang lain; mungkin dalam hal ini ya kepada adik-adik gue yang ada di bangku kuliah semester akhir.

So, long story short, berangkat dari rasa ingin berbagi pengalaman ini (HAZEK! 😝), gue langsung mengiyakan tawaran untuk menjadi mentor di acara pembinaan tersebut.

Don't you ever, ever, ever, compared me with that charming Han Ji Pyeong when I said "mentor" in this blog. Jauuuuhhhhhh, man. Ji Pyeong sangat ahli di bidang pekerjaannya. Sementara gue......mungkin ahlinya resign, karena udah ngalemin 3x resign dari 3 tempat kerja yang berbeda, dan 1x di-PHK dalam kurun waktu 5 tahun sepanjang perjalanan meniti karir. Huah!

Han Ji Pyeong-nim! Hehe 😍
Image source: lovelife daily

---

Jujurly, sempat ada kekhawatiran besar di awal ketika mengambil pelayanan ini karena gue ngerasa gak ada wibawanya sama sekali untuk menjadi mentor a.k.a. orang yang akan memimpin/membina sekelompok kecil mahasiswi. Gue gesrek, banyak becandanya, tapi sekalinya dikasih tanggung jawab ngemong dedek-dedek gemesh, ya malah jadi sayang (eaeaaa~). Gue gak jago berdiplomasi, gak jago jaim alias jaga image, public speaking gue juga haduh astaga astaga deh πŸ˜“, dan yang gue bisa lakukan hanyalah: jujur dan menjadi diri gue apa adanya.

Kekhawatiran lainnya adalah acara pembinaan ini berlangsung gak cuma 3 hari 2 malem macem retreat, tapi 7 bulan. 7 BULAN, MAN! WAW GAK TUH πŸ˜‚. Gue sempet overthinking kek gini:

"Wadaw! Ni anak-anak betah gak nih ketemu gue mulu selama 7 bulan. Mana mentornya tipenya gesrek-alay begini yekan πŸ˜‚."

Tapi ternyata setelah 7 bulan terlewati aman-aman saja. Tidak se-mengkhawatirkan yang gue bayangin sebelumnya. Malah, gila sih, gue pribadi dapetin banyak banget pelajaran dan pengalaman berharga sepanjang proses pembinaan ini. Ya lagi-lagi, Tuhan Yesus tuh sering gitu sama gue, wkwk. Target binaannya siapa, yang kecipratan berkat ya sampe ke petugas/pelayannya juga. Sering banget gue kek gini, dapet blessings in disguise.

---

1. Being vulnerable in front of them is necessary, so they will know that Meista is just an ordinary human like them.

Photo by Oliver Hihn on Unsplash


...and they will learn that every strength and achievements in life comes from God. It's only by His grace and blessings.

Pikiran pertama gue ketika nerima pelayanan sebagai mentor ini adalah: bagaimana gue seharusnya bersikap? Apakah harus berwibawa? Apakah harus terlihat paling baik-baik saja? Turns out, ketika ketemu mereka di pertemuan mentoring perdana, I don't think I should branding myself like that. Pertemuan pertama menurut gue terasa lebih cair dari yang gue perkirakan--padahal kami belum ada yang kenal satu sama lain ye--, dan gue bersyukur karena gue santai banget ketika mimpin kelompok. Di situ gue hanya menjadi diri sendiri yang apa adanya. 

Lalu ada masa di mana gue lagi sangat tidak baik-baik saja (lupa pas mentoring bulan ke berapa gitu). Gue dilanda panik, cemas, dan kekhawatiran luar biasa karena sesuatu hal. Kalo sekarang bahasa kerennya: kena anxiety. Hehehe. Nah, logisnya, urusan anxiety attack ini gak ada hubungannya sama mereka ya. Cuman gue sadar, ketika gue lagi ada di situasi itu, biasanya gue cenderung "kabur" dari segala macam urusan dan pekerjaan. Whatsapp bisa gak dibales, gak akan buka medsos, pokoknya bener-bener menjauh dari masyarakat, baik lokal maupun digital. Akhirnya gue berpikir dan merenung: daripada gue ghosting tiba-tiba, dan tertelan serangan si anxiety yang biasanya berujung depresi, gue coba ceritakan lah kondisi gue ke mereka. Gak ekspek apa-apa, namun motivasi gue menceritakan kondisi gue hanyalah:
  1. Minta tolong topang dalam doa.
  2. I showed them my vulnerabilities.
Sempet mikir: "Ini perlu dilakuin gak ya? Kayanya gak berfaedah deh buat mereka." Namun unik banget ternyata ketika melihat respon mereka, justru di situ gue dikuatkan. Di situlah gue bersyukur karena gue mendapat kesempatan untuk menyaksikan pertolongan Tuhan lewat adik-adik mentee ini.

Akhirnya gue belajar bahwa ya gak usah pura-pura kuat lah, meskipun "jabatan" pelayanan lo saat itu sedang jadi pemimpin. Tapi ya bukan berarti jadi manja juga. Bukan berarti kita gak memotivasi diri untuk mau bangkit lagi. Gue rasa kenapa Tuhan percayain kita mengambil bagian sebagai pemimpin kelompok (dalam hal ini mentor), karena ada pelajaran dan teladan yang perlu kita pupuk ke mereka. So, in this case, gue memupuk 1 pelajaran yang harapannya bisa mereka terapkan juga nanti ketika memimpin adik-adik yang mereka layani: be authentic, be vulnerable, be yourself.


---

2. Punya kesempatan untuk kenal mereka secara personal lebih dalam; bahkan lebih dalam dari sekadar status mentor-mentee.

Photo by Brett Jordan on Unsplash


Pelayanan yang gue ikutin kali ini memang berfokus pada pembinaan para calon alumni kampus. Mereka belajar tentang pekerjaan, life callingjuga belajar tentang diri mereka sendiri. Bagian inilah yang membantu gue juga untuk kenal mereka hingga kedalaman personal, masa lalu, minat, bahkan sampe bingung-bingungnya mereka pun gue jadi tau. Wkwkwk.

Gue jadi ikut belajar juga bahwa dalam dunia bekerja, ya bukan sebatas sampai cari duit sama pengalaman atau memperbanyak data CV aja. Lebih dari itu, bahkan memahami karakter serta kepribadian diri kita sendiri itu jadi aspek penting. Mungkin gue bisa bilang gini: gimana lo bisa tau lo mau ambil ranah pekerjaan apa, kalo lo sama sekali gak kenal sama diri lo sendiri. Well, sounds cliche dan ngawang. Pernyataan ini pun gue bisa lontarkan setelah melalui serangkaian proses clueless yang tak berkesudahan hingga akhirnya gue ngerti bahwa kenal diri sendiri itu penting.

Itu hal serunya. Seru ketika mendengar cerita-cerita hidup mereka dari kecil hingga mereka ada di fase hidup yang sekarang. Makin membuat gue sadar bahwa setiap orang memang diciptakan unik, dengan cerita hidup yang bener-bener warna-warni. Kayak pelangi, hehe 🌈

---

3. Sadar gak sadar melatih gue untuk berkomitmen mengerjakan sebuah pelayanan yang jangka waktunya lama.


7 bulan bukan waktu yang sebentar, gaes. Seperti yang udah gue tulis di bagian atas, gue sempet insecure juga ketika tau pembinaan ini akan diadakan selama 7 bulan. I wasn't sure if I could commit to it or not. Lama cuy. Untuk gue yang orangnya suka moody-an gini was-was juga lho apakah gue bisa bertahan membina dan memimpin adik-adik ini. But as always ya, Tuhan dengan cara-Nya yang luar biasa selalu sanggup bikin gue bertahan untuk komitmen mengerjakan pelayanan ini, sekalipun gue struggle dengan berbagai pergumulan; sekalipun ups & downs-nyaaaaaaaaaaa ampun-ampunan! Sekalipun pernah pengen give up juga di tengah-tengah.

Yah....praise the Lord pokoknya mah. Gak ada lagi yang bisa gue katakan. Kalo bukan karena penyertaan Tuhan dan anugerah-Nya, mungkin gue gabisa berjalan sejauh itu.

Yep, pembinaan ini, sadar gak sadar, melatih gue untuk berkomitmen mengerjakan sebuah pelayanan yang jangka waktunya lama dan juga melatih gue untuk percaya bahwa God is in control. All I have to do is just doing my part well. Konkritnya ya sesederhana komitmen sama waktu--ngosongin waktu tiap hari Sabtu pekan ke-4, sampe pernah harus mentoring dari kantor karena waktu itu lagi kedapetan giliran WFO, wkwkwk--komitmen berkomunikasi sama adik-adik mentee, sekaligus komitmen untuk menjadi pendengar yang baik, ketika sesi mentoring dan juga di luar sesi mentoring. Iya, di luar sesi mentoring ada banyak waktu-waktu colongan mereka untuk curhat sama gue, hihihi.

Sampe pernah waktu itu random banget bandel bikin agenda mentoring sendiri di luar jadwal yang ditentuin panitia karena gue ngerasa ada beberapa hal praktis yang harus gue sampaikan ke mereka terkait dunia pekerjaan/berkarir.


---

Seru lah, pokoknya. Sekarang udah bulan September. Ketika gue melihat ke belakang dan inget masa-masa 7 bulan itu, gue ga ngerti sih ngegambarin rasa sukacitanya gimana. The joy is overflowing, hehehe. And I do really hope, they can find their life calling throughout the journey and good relationship with God.

Last but not least...seperti biasa karena gue mentor yang random parah...Sabtu depan (25/9/21) gue mau ngajak mereka kumpul virtual sambil snacking & dinner, untuk pembubaran grup WA yang gue beri judul "Jadilah Dirimu Sendiri ✋🌟". LEBAY GASEH WOEY grup WA bubar aja pake selebrasi πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

---

Another hope: we can be a good friend for each other πŸ˜Š

Thanks for reading, Friendtizen! πŸ’“ Another ke-uwu-an dalam hidup gue yang Tuhan anugerahkan. Sayang kalo gak diceritain di blog, wkwkwk!

See you next post~ 🌸

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN

A Deep Grief, A Great Bless (part 1)