MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Photo by Giu Vicente on Unsplash

Selain pernah jadi Sie Acara di Persekutuan Oikumene Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (PO FISIP UI -- sekarang jadi PO FISIP-FIA UI), saya juga pernah bantu Sie Media dan Publikasi untuk jadi kontributor blog persekutuan. Tugasnya sesimpel mencatat intisari Firman Tuhan yang disampaikan di ibadah Persekutuan Jemaat (PJ), kemudian dikemas dalam sebuah artikel blog. Saya sih senang-senang aja ambil bagian ini, karena selain bisa bantu sesama pengurus, saya juga bisa ngelatih diri untuk menangkap intisari pesan yang ingin disampaikan oleh pemberita Firman saat itu.

-----

22 September 2014

Bayangin situasi seperti ini: ceritanya kita udah jadi orang tua dan punya anak. Suatu hari, anak kita sakit demam tinggi, kejang-kejang, dan mukanya udah pucet. Apa yang akan kita lakukan? Kalo saya, pastinya saya akan buru-buru cari rumah sakit terdekat dan bawa dia ke sana.

Ilustrasi di atas hampir serupa dengan kejadian yang dialami salah satu pegawai istana di Kapernaum (yuk baca Yohanes 4:46-54). Kondisinya saat itu anaknya si pegawai istana lagi sakit dan hampir mati (lihat ayat 47, 49). Berhubung kabar mengenai mujizat Yesus udah tersiar kemana-mana, maka pegawai istana ini bela-belain datengin Yesus dari Kapernaum ke Kana untuk minta kesembuhan dari-Nya. Ia tahu kalo Yesus bisa mengadakan mujizat dan memberi kesembuhan. Fyi, jarak dari Kapernaum ke Kana itu kira-kira 13 mil jauhnya (Dr. Thomas L. Constable's notes on John). Bayangin betapa usahanya si bapak ini dalam mencari kesembuhan buat anaknya. Keliatan kan kalo bapak pegawai istana ini sayang banget sama anaknya. It seems like: "I will do everything to heal you, son."

Sayangnya, sesungguhnya bapak ini gak percaya sepenuhnya sama Yesus.

Lho kok bisa? Kan dia dateng jauh-jauh nempuh perjalanan 13 mil cuma buat nemuin Yesus. Kok lu bisa bilang dia gak percaya?

Gini, bapak ini memang tau kalo Yesus bisa mengadakan mujizat dan kesembuhan, tapi ya sebatas itu doang. Bapak ini minta Yesus datang ke Kapernaum hanya untuk menyembuhkan anaknya. Bapak ini belum percaya dan mengimani kalo Yesus adalah Allah, Penyelamat, Juruselamat, dan itu lebih dari sekedar penyembuh. Di ayat 48, Tuhan Yesus kan bilang gini:

"Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya."

Di khotbah PJ 12 September kemarin, Bang Calvin selaku pemberita Firman menyampaikan bahwa iman yang dimiliki bapak pegawai istana ini adalah iman karena tertarik, bukan iman karena percaya. Kenapa disebut tertarik? Karena sebelumnya Yesus sudah mengadakan tanda yang pertama, yaitu mengubah air menjadi anggur pada perkawinan di Kana (monggo dibuka lagi Yohanes 2:1-11). Makanya, bapak ini "tertarik" untuk menemui Yesus supaya Dia bisa nyembuhin anaknya.

Nah, iman yang tertarik ini kemudian berubah menjadi iman yang percaya. Interest --> Believe.

Gimana caranya?

Di ayat 50, sesudah Yesus berkata: "Pergilah, anakmu hidup!", bapak itu percaya sama perkataan Yesus lalu pergi, a.k.a. pulang kembali ke Kapernaum dan kembali menempuh perjalanan sejauh kira-kira 13 mil. Sekarang coba kita bayangin kalo kita jadi pegawai istana itu. Pertama, anak kita sakit dan udah hampir mati. Kedua, kita tau ada Orang yang bisa nyembuhin anak kita di lokasi nun jauh di sana sejauh 13 mil. Ketiga, kita udah bela-belain dateng ke Dia, udah minta Dia dateng ke rumah kita untuk nyembuhin anak kita karena tau dia punya kuasa untuk menyembuhkan. Keempat, apa yang kita dapet? Disuruh pulang. Yesus gak ikut kita ke rumah. Bahkan Dia gak liat kondisi anak kita. Kalo saya jadi bapak itu, mungkin saya akan berpikir kayak gini: Terus? Udah kayak gitu aja, Tuhan? Tuhan gak pengen gitu ngeliat anakku yang lagi sekarat itu?

Pulang dengan tangan hampa (literally hampa) dan cuma bawa iman yang percaya, cuma bawa kepercayaan, cuma bawa Firman yang langsung keluar dari mulut Allah adalah hal yang dilakukan oleh pegawai istana itu. Dia ngga maksa-maksa lagi, ngga ngomong apa-apa lagi, langsung pulang gitu aja dengan membawa kepercayaan akan omongan Tuhan Yesus. Disinilah iman yang tertarik itu berubah menjadi iman yang percaya. Ia akhirnya percaya bahwa perkataan Yesus tetap memiliki kuasa menyembuhkan sekalipun pada jarak yang sangat jauh.

Dari cerita ini, kita bisa melihat bahwa seberapa besarnya kasih bapak pegawai istana itu terhadap anaknya, tetep aja gak akan bisa menyelamatkan jiwa anaknya. This also means, kasih manusia terhadap sesama manusia sifatnya TERBATAS. Gak ada satupun manusia yang bisa memberikan kehidupan kepada manusia lain, kecuali Tuhan Yesus. Hanya Yesus yang dapat memberikan hidup secara utuh untuk manusia. Bahkan Ia juga rela memberikan hidupnya untuk menebus dosa kita umat manusia di seluruh dunia melalui karya salib. Pegawai istana dalam perikop ini memang tipikal ayah yang sangat baik, but still, kasihnya sebagai manusia bersifat terbatas. He is a loving father but powerless. Kasih manusia tidak bisa melakukan banyak hal. Semua orang bisa mengasihi kita. Kita pun bisa mengasihi sesama kita. Tapi hanya satu Manusia yang benar-benar mengasihi kita hingga Dia mengorbankan nyawa-Nya di atas kayu salib untuk memberikan kita hidup kekal: Tuhan Yesus Kristus.

-----

Photo by Jelleke Vanooteghem on Unsplash

Now, look on ourselves: apakah kita saat ini sudah memiliki iman yang percaya, atau masih punya iman yang 'tertarik'? Pay attention on this: iman karena tertarik itu sifatnya temporal, sementara. Ibarat artis atau public figure, mereka harus update penampilan terus-menerus supaya fansnya tetep tertarik sama mereka. Sedangkan iman yang percaya sifatnya permanen, kekal. Iman yang percaya inilah yang harus kita miliki sebagai orang Kristen, sebagai murid Kristus, sebagai orang percaya. Yesus datang ke dunia bukan buat cari fans/penggemar, tapi Dia mencari orang-orang yang mau percaya sama Dia dan menjadikan orang-orang percaya ini sebagai murid-murid-Nya. Sekarang ini, banyak orang yang gak mau percaya sesuatu sebelum ada bukti atau tanda yang kelihatan. Padahal, iman itu adalah percaya walaupun tidak melihat; percaya walaupun harus dianggap "bodoh" karena hanya mengandalkan Firman Tuhan (coba yuk dibuka Ibrani 11:1, bunyinya: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat"). Sama seperti yang dialami pegawai istana itu yang mungkin dianggap "bodoh" karena dia langsung percaya gitu aja tanpa bawa pulang apapun selain Firman Tuhan dan hati yang percaya akan perkataan Yesus.

Apakah iman kita sebagai orang Kristen adalah iman yang sudah percaya? Atau hanya sekedar iman yang tertarik? Mungkin 2 pertanyaan berikut bisa membantu kita semua untuk mengevaluasi hati kita masing-masing:

  1. Kalo ke gereja, apakah motivasi saya karena percaya akan hadirnya Allah di hidup saya dan saya mau menyembah Dia, atau hanya sekedar rutinitas/disuruh orang tua/karena ada pelayanan/ada kerjaan/mau ketemu gebetan/mau ketemu pacar/mau ketemu temen-temen se-geng di gereja?
  2. Kalo saya dateng ibadah PJ tiap hari Jumat atau mau ikut Persekutuan Doa tiap Rabu, apakah motivasi saya karena mau mencari Tuhan yang adalah Penolong saya di kehidupan perkuliahan serta di luar perkuliahan, atau saya datang hanya sekedar pengen cari pacar/pengen nikmatin musiknya/pengen isi-isi waktu luang di sela-sela nunggu kuliah/biar gak gabut/karena disuruh pengurus?
Just think about those questions; ask ourselves, and pray to God.

Sebagai penutup tulisan saya kali ini, satu analogi yang disampaikan Bang Calvin di khotbahnya kemarin terkait dengan iman percaya vs iman tertarik adalah ibarat pasangan hidup. Pertama kali orang jatuh cinta, mau cewek ataupun cowok, pasti berawal dari ketertarikan. Mungkin tertarik dengan fisiknya, dengan karakternya, dengan kemampuan main musiknya, dan lain-lain. Masuk tahap pacaran, semuanya terasa indah; serasa dunia milik berdua yang lain ngekos. Ketika masuk tahap pernikahan dan berumah tangga, pasti prioritas pasangan tersebut mulai berubah. Mungkin kalo pacaran sering dapet bunga mawar setiap hari, kalo udah nikah boro-boro inget bunga mawar, yang ada kudu bayar tagihan listrik, air, sama gas buat masak. Nah, proses dari ketertarikan menuju kepercayaan dan tanggung jawab inilah yang dialami setiap pasangan pada saat proses menuju pernikahan dan berumah tangga. Di dalam pernikahan udah gak ada lagi tuh kata "romance" - tertarik. Adanya "responsibility" - tanggung jawab yang dipercayakan satu sama lain. Mau ngingetin aja, kalo 'tertarik' itu sifatnya temporal, sementara; sedangkan 'percaya' itu sifatnya permanen, kekal.

This nobleman(*) is true a loving father, but he's powerless. Jesus Christ is our real loving Father, beacuse He's so powerful, and even He gave His life for us so we can get an eternal life. Jesus: our loving Father. So, what we gonna choose? Interested faith / crisis faith? Or confident faith?

---

(*) Nobleman = pegawai istana (English Bible Version)

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN