MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Elephant Chibi Parfait with Watermelon Ice Cream at Shirokuma Cafe, Margo City. Shirokuma Cafe adalah salah satu kafe yang mengusung konsep "kekinian" namun tetap menjunjung tinggi cita rasa. Will be back for sure! Masih penasaran sama dessert-dessert yang lain πŸ’“πŸ‰

Sejak terlibat di dunia kuliner, saya jadi belajar banyak hal. Gak cuma soal pemasaran yang jadi kerjaan saya sekarang, tapi sedikit-sedikit jadi tau soal gimana bisnis kuliner itu dijalankan. Sedikit-sedikit tau juga resep masakan-masakan yang unik. Sedikit-sedikit tau juga ternyata bisnis Food and Beverage gak cuma melulu ngomongin makanan-minuman walaupun memang kedua hal tersebut adalah ‘bintang utama’-nya.

Ngomong-ngomong soal ‘bintang’, saya akhirnya menyadari bahwa sebuah bisnis kuliner itu ternyata (hampir) sama kaya kehidupan artis. Kalo lagi banyak fans-nya, popularitas pasti melonjak tinggi. Tapi kalo lagi sepi penonton, bhay..... Disinilah pentingnya peran promosi. Disinilah bagian dimana pihak tempat makan kudu menarik perhatian calon konsumen biar mereka mau makan disitu.

Singkat cerita ada sebuah tempat makan kekinian yang promosi dan operasionalnya gila-gilaan. Setahun itu mereka bisa buka lebih dari 2 outlet baru. Setelah dikepo-kepoin, ternyata mereka memang open franchise besar-besaran, dengan jaminan investasi akan balik modal dalam waktu 1,5-2 tahun. Udah gitu modal invest-nya juga kecil banget. Pantesan aja banyak owner-nya. Pantesan aja dalam setahun bisa menjamur gitu. Keren lah pokoknya. Nah gara-gara mereka keren banget, saya sama tim kantor sempet survei ke tempat makan ini, sebut sajalah merek-nya ‘Kek Ini An’. Sedikit info: kalo survei itu kerjaannya gak cuman dateng ke tempat tujuan, longok sana longok sini, terus icip-icip, terus komen, selesai. Kagak. Kalo mau kepo lebih lanjut, liat juga kehidupan mereka di dunia maya, karena di dunia maya-lah kita bisa liat gimana pencitraan (branding)-nya mereka. Dengan begitu, kita bisa membandingkan citra mereka dengan kehidupan mereka di dunia nyata.

Lalu ketika lagi kepoin kehidupan dunia maya-nya si Kek Ini An, tetiba saya liat sebuah review yang (kurang lebih) isinya gini:

"Anda itu tempat makan musiman. Musimnya abis juga bakalan sepi."

Antara mau ketawa sama sedih tapi kaget. Kalo saya yang jadi miminnya tempat itu, pasti saya udah nangis bombay (ga deng, lebay beut dah). Dikatain “musiman” cuy. Gils. Sejak saat itu saya merenungi arti dari kata “musiman” yang ditujukan buat tempat makan.

-----


Photo by @meista_yuki : Ice Cream Rolls at Bazaar Margo City 12th Anniversary Sweet Sensation

Saya pikir kata “musiman” itu cuma berlaku buat buah. Misal: musim mangga, musim timun suri, musim duren, musim rambutan, dll. Ketika melihat review tempat makan yang bilang “musiman” itu, saya baru ngeh ternyata bahkan bisnis kuliner pun bisa lahir dan tumbuh cuma jadi ‘trend’ semata. Ini saya coba analisis bukan dari kacamata korporat ya, tapi dari kacamata konsumen.

Saya gak tau sejak kapan awal mulanya bisnis kuliner "kekinian" ada di muka bumi Indonesia. Gak tau juga sejak kapan awal mulanya kata “kekinian” mulai eksis dimana-mana, khususnya di dunia maya. Tapi berdasarkan kepo sana-kepo sini, tempat makan “kekinian” yang dimaksud ternyata lebih mengarah kepada tempat makan yang bisa dijadikan tempat nongkrong, suasananya gaul abiezz, cozy abiezz, dan at the same time nyaman dijadikan workspace.

Ciri-ciri tempat makan yang dimaksud--yang gaul dan kekinian (menurut survei subyektif ala-ala Meista via dunia maya dan dunia nyata) adalah:
  • Instagram-able -- baik dari segi makanan maupun ambience
  • Ada Wi-Fi
  • Ada colokkan

Terus gimana sama rasa dan kualitas makanannya?

Ini dia yang jadi kunci utamanya. Balik lagi ke pernyataan diatas bahwa makanan dan minuman selalu jadi ‘bintang utama’ di dunia industri Food & Beverage. Biasanya, orang dateng ke tempat makan yang (katanya) kekinian itu pertama kali karena tertarik dengan ‘kulit luar’-nya, kayak:

- tempat makannya lucu
- “keliatan”-nya nyaman
- banyak spot-spot foto yang bagus
- makanannya unik-unik
- waiter-waitressnya cakep-cakep ganteng-ganteng

...dan hal-hal lain yang sifatnya cuma dilihat pake mata. Belum sampe menggunakan indera pengecap dan penciuman.

Ketika sudah sampe tahap memesan, disinilah penilaian pertama dimulai: yaitu kualitas pelayanan dari karyawan yang melayani tamu. Kalo dari sini aja udah minus, berarti euforia diawal mulai nge-drop beberapa poin. Tapi kalo dari sini masih oke, bahkan oke banget, berarti si tempat makan kekinian lolos level pertama.

Tahap berikutnya adalah kualitas makanan & minuman. Ini yang paling penting. Kalo rasa sama kualitas makanan & minuman yang dipesan sekeren nuansa kekinian-nya dan sekeren pelayanan para karyawannya: SELAMAT! Kemungkinan besar si tamu bakal dateng lagi di kunjungan berikutnya. Dan kalo beruntung, si tamu bakal nyebarin informasi tersebut ke temen-temennya yang lain.

TAPI...

Kalo ternyata kualitas si makanannya biasa aja, walaupun penyajian (platting)-nya keren, si tamu pasti mikir-mikir lagi buat balik ke tempat itu. Kenapa? Karena dia cuma dipuaskan dari segi penglihatan aja, gak dipuaskan dari cita rasa makanan yang harusnya jadi ‘bintang utama’-nya tempat makan. Logikanya, gak mungkin kan kita dateng ke tempat makan cuma buat foto-foto dan update socmed doang? Bahkan jikapun kita cuma mau rapat / ngerjain tugas / nge-wifi, pasti tetep harus pesen makan-minum dong? Yakali lu pake fasilitas tempat makan tapi gak beli apa-apa. Bisa digaplok sama pantat panci. Itulah yang tadi saya bilang kenapa kualitas menu jadi bintang utamanya tempat makan. Karena menu-menu itulah yang bakal bikin tamu balik lagi makan disitu, terlepas dari fasilitas-fasilitas keren yang ada didalemnya. Oke, mungkin sebagian orang memang cuma nyari wifi dan colokkan buat nugas atau kerja. Tapi ya balik lagi ke kodratnya tempat makan: JUALAN MAKANAN DAN MINUMAN, bukan jualan jasa listrik dan koneksi internet πŸ˜‚. Akhirnya, tempat kekinian dan gaul pun tetap harus memperhatikan kualitas menu yang dijualnya. Bukan hanya mengedepankan sisi Instagram-able-nya aja.

-----


Photo by @meista_yuki : Swing & Swim Photo Spot at PIKNIK. Located in Jl. Pertanian Raya no. 53, Lebak Bulus, South Jakarta, PIKNIK will serve you not only with good ambience, Instagrammable area, but also with great-taste food and beverages that will satisfy your tummy, mouth, and mood 🌴

Kenapa saya nulis kayak gini? Singkat cerita, kemaren saya akhirnya memuaskan rasa penasaran terhadap salah satu tempat makan di kawasan mall Jakarta Barat. Pertama kali liat tempat makan ini, sebutlah namanya ‘Cocolata’, aselik bikin langsung pengen mampir! Kalo diliat dari luar sih keliatannya mereka emang cuma jualan kue ulang tahun, tapi ternyata mereka juga jual menu-menu dine-in lain yang.....Instagram-able. Bukan cuma cake-nya yang lucu-lucu, tapi menu-menunya juga cukup tempting.

Pas dicobain...well, enak sih...tapi entah kenapa saya gak se-excited itu untuk pengen balik lagi. Mungkin bisa balik lagi, tapi bukan karena penasaran sama rasa menu-menu lain yang belum dicoba. Soalnya udah gak penasaran lagi. Palingan saya mau dateng lagi cuma karena pengen nyobain duduk di kursi ayunan yang ada di dining room. Kayaknya lucu & Instagrammable gitu ya makan sambil ngayun-ngayun gitu. Cuma kalo untuk nyobain makanannya ya...biasa aja. Gak pengen-pengen amat.

Ini emang subyektif banget sih. Pandangan orang lain pasti beda, dan itu gak masalah. Namun sebagai orang yang bekerja di bisnis restoran sekaligus orang yang doyan icip-icip juga, saya jadi menyadari hal-hal tersebut diatas. Saya juga akhirnya menyadari arti dari tempat makan “musiman” itu gejalanya kayak gimana dan apa akibatnya kalo ngga dipromosiin dan di-maintain dengan baik. Walaupun gak akan ada yang tau kehidupan bisnis tempat kerja saya sekarang gimana masa depannya, tapi saya harap tempat kerja yang-dulu-jadi-tongkrongan-bulanan-buat-sekedar-nongkrong-atau-nugas-atau-dengerin-curhatan-temen-doang ini ngga jadi tempat makan musiman, tapi harus bisa jadi tempat makan legendaris yang disukai setiap generasi pecinta pasta 🍝

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN