KEEP 3G IN THE ERA OF 5G: Keep Going, Keep Growing, Keep Glowing

Julien Flutto on Unsplash


Apakah kita sudah makin gila setelah sekian lama pandemi COVID-19 dan kebanyakan weefha, sodara-sodaraaaaa? 😂😂😂

Inget banget dulu waktu sebelum pandemi, kalender penuh sama schedule kesana-kemari. Ketemu orang dari ujung sampe ujung Jakarta. Dari yang urusannya memang penting mendesak sampe yang cuma random: "WOY KETEMUAN HARI INI YOK GAMAU TAU. KANGEN."

Sekarang ketika semua harus serba jarak jauh, hubunganku dengannya juga semakin jauh (lha halu, sama siapa emang 😂), yang terjadi adalah 4L.

Bukan 'Lo Lagi-Lo Lagi', tapi 'Layar Lagi-Layar Lagi'.

---

Gara-gara 'Layar Lagi-Layar Lagi', salah satu kegiatan yang jadi cukup sering aku lakukan adalah ngeblog di Instastory. Tiap lagi ngalemin apa, langsung nulis. Tiap lagi dapet inspirasi apa, langsung nulis. Tiap lagi ada kerinduan apa, langsung nulis. Tiap dapet sebuah pelajaran hidup, langsung nulis. Ya bisa dibilang emang curcol sih, namanya juga ngeblog. Bebas-bebas aja yekan mencurahkan isi hati dan buah pikiran ke dalam media konten, wkwkwk *mencari pembenaran 😜.

Nah, beberapa hari yang lalu tiba-tiba kepikiran nulisin tentang hal-hal yang aku nikmati ketika menjalankan peran sebagai mentor. Kebetulan aku terlibat di salah satu kegiatan mentoring gitu untuk teman-teman mahasiswa tingkat akhir. Dan di situ aku mengajak kami semua (aku dan dedek-dedek) untuk: keep going, keep growing, keep glowing.

Ini jujur random banget kepikiran frasa begini, hahaha. Lalu setelah dipikir-pikir dan direnungin sendiri--nemu kata-kata sendiri, merenung sendiri...atur aja, Meis!--ternyata 3 hal itu perlu lho untuk kita lakukan sehari-hari. Ternyata hidup itu gak datar-datar aja kok kalo kita bisa punya pola pikir bahwa kita harus tetap menjalani hidup ini selagi masih dikasih kesempatan (keep going), tetap bertumbuh dalam segala aspek kehidupan (keep growing), dan tetap cakep luar-dalam (keep glowing).

---

1. KEEP GOING

Photo by Ballooney


Salah satu hal yang berasa banget ketika masa pandemi ini adalah bagaimana aku mengerti bahwa kesehatan mental itu penting. Mental health matters. Beberapa kali curcol di blog ini dan juga di Instastory tentang bagaimana ups & downs-nya aku menghadapi situasi-situasi sulit yang memengaruhi kesehatan mental. Patah hati lah, belajar mengenal diri sendiri dengan baik, konflik sama temen-temen deket, berantem sama orang tua, pergumulan di tempat kerja, dan lain-lain.

Tapi ternyata aku enggak sendirian.

Di Instagram mulai bermunculan akun-akun yang menyuarakan pentingnya kesehatan mental. Mulai dari yang profesional dikelola oleh para psikolog, hingga blogger-blogger yang sekadar berbagi kisah hidup bagaimana mereka mengalami isu kesehatan mental ini dan cara menghadapinya. Aku masuk golongan yang kedua, yang tukang curcol di media sosial, HAHAHA 😆.

Bahkan berdasarkan laporan dari "Year In Search 2020 Indonesia" oleh perusahaan mesin pencari raksasa, Google, salah satu topik yang paling banyak dicari adalah tentang kesehatan mental.

"There's been a growth in searches for mental health. It has also resulted in Indonesians turning to the internet to find ways to prioritize wellness and improve quality of life."

Sebanyak 70% kata kunci yang dicari berhubungan dengan "kesehatan mental". Lalu pencarian yang berkaitan dengan "apa itu anxiety" juga mengalami peningkatan sebesar 50%, sedangkan pencarian tentang "self care" juga mengalami kenaikan sebesar 45% (sumber: Google Trends Data, diambil dari laporan "Year In Search 2020 Indonesia").

Dari sini aku paham bahwa udah banyak dari kita semua yang mulai peduli sama kesehatan mental sendiri. Udah mulai peduli dengan pertanyaan, "Mau dibawa ke mana hidup gue?", "Ngapain ya gue hidup?", "Untuk apa gue hidup?", "Apa faedahnya hidup gue?", dan sebagainya.

Sempet random nanya sama beberapa temen tentang seberapa pentingnya kesehatan mental, dan kebanyakan dari mereka juga berpendapat hal yang sama bahwa kesehatan mental itu penting untuk diurusin. Ada yang bersedia jadi pendengar yang baik, ada yang memang menyediakan diri untuk jadi tempat curcol hingga konseling karena itu profesinya dia sebagai psikolog, hingga ada yang sama-sama ikutan curcol tentang kondisi kesehatan mentalnya sendiri dan kita akhirnya saling menguatkan.

Aku salah satu orang yang akhirnya mengambil jalan konseling ke konselor setelah menyadari bahwa aku enggak bisa sendirian menghadapi isu kesehatan mental ini. Dan di situ aku belajar bahwa salah banget stigma atau stereotype yang bilang bahwa konseling ke konselor atau psikiater itu berarti kita gila atau gak waras. Gak gitu lho ternyata. Malah pernah baca di salah satu bacaan (lupa baca di mana, maapin) bahwa konseling itu bahkan gak harus nunggu kita kena mental health issue dulu. Ketika kita sadar kondisi kita lagi 'baik-baik saja', gak masalah juga lho untuk mulai ngobrol-ngobrol konsultasi dengan orang yang memang profesional di bidang psikologi. Daripada kita soktau-soktau-an sama diri kita sendiri yekan, mending nanya ahlinya. Tapi ya itu balik lagi ke pilihan masing-masing siiih. Kalo aku pribadi aku lebih senang baca buku. Aku belajar dan ditolong mengenal diriku sendiri itu lewat media buku bacaan. Nah, ketika aku sadar aku butuh pertolongan, bersyukur banget bisa ketemu kakak konselor yang baik hati yang nolongin aku berproses dalam meluruskan 'benang-benang kusut' di kepala.

So...keep going! Capek boleh, menyerah jangan. Kalo capek, istirahatlah. Jangan akhiri hidup. Hidup akan berakhir dengan sendirinya, tapi gausah dipercepat.

Mungkin kita banyak kecewa sama rangorang di sekeliling kita yang...mungkin tadinya deket banget, kita percaya banget, namun lambat laun mengecewakan. Dan ini ternyata jadi hal yang bikin kita demotivasi hidup, bikin kita ngerasa worthless, bahkan ekstrimnya sampai punya suicidal thoughts (keinginan untuk bunuh diri). Ini tak terhindarkan memang dan jangan disangkali. Just admit it. Let's be honest to ourselves that we're disappointed, angry, sad, and have no idea what to do. Know ourselves better supaya kita paham juga kita butuh pertolongan yang seperti apa.

Teruntuk kita-kita yang punya ekspektasi lebih dalam relasi...man, we live on earth. Not heaven yet--even I don't know if some of us have no belief on it. Kita akan selalu diperhadapkan dengan ketidaksempurnaan. Orang-orang terdekat kita belum tentu selamanya bikin kita seneng. Belum tentu selamanya bikin kita nyaman. Ada kalanya kita dikecewakan. Ada kalanya kita disakitin. In my opinion, sebaiknya jangan pasang fokus di: 'kenapa mereka begini? Kenapa mereka begitu? Kok dia gini sih? Kok dia gitu sih?' (meskipun ini pasti jadi respon normal yang manusiawi ketika kita dikecewakan orang-orang terdekat kita). Tapi jangan lupa juga untuk coba liat ke dalam diri kita gimana cara kita meresponi setiap hal-hal yang nyakitin atau ngecewain dari orang-orang yang kita percaya, atau orang-orang yang deket sama kita.

Aku yakin banget ketika kita sedikit-sedikit paham dan mampu mengelola respon kita, dengan kejujuran dan tidak menyangkali apa yang kita rasakan--dan ini bakalan jadi proses seumur hidup karena kita akan selalu berelasi dengan orang-orang yang berbeda--di situ proses pendewasaan terjadi sih. Confirmed by experience! HAHA.

Yea, being (young) adult is so hard. Syedih akutu bukan lagi Meista kecil yang doyan pake dress, muka dibedakin tebel tiap abis mandi, dan kemana-mana naik sepeda roda tiga :") Sekarang udah mulai sadar bahwa ada kehidupan yang wajib dipertanggung jawabkan oleh diri sendiri.

Keep going ya!!


2. KEEP GROWING

Francesco Gallarotti on Unsplash


Selain fisik, pertumbuhan hidup manusia juga ternyata berlaku untuk aspek-aspek lainnya, yang bahkan bisa aja gak bisa diukur pake angka. Contohnya:

- Pertumbuhan iman: bagiku ini bukan cuma sekadar 'belajar agama' ya, tapi lebih kepada sejauh mana sih kita bertumbuh dalam iman kita kepada Sang Pencipta? Sejauh mana kita sudah mengenal Dia secara pribadi? Sejauh mana kita udah menyerahkan seluruh aspek kehidupan kita dan mulai percaya bahwa Tuhan berada dalam kendali segalanya sekalipun ada/banyak hal-hal terjadi gak sesuai sama maunya kita?

- Pertumbuhan karakter: aku sering dengar ungkapan macem 'Tua itu pasti. Dewasa itu pilihan'. Jika kedewasaan aja bisa dipilih, berarti kita bisa melihat dan menilai diri sendiri sudah sedewasa apa karakterku? Sudah sejauh mana aku bisa sadar dan mengelola emosiku sendiri? Bagaimana aku meresponi orang lain ketika aku dikuasai emosi? Yha gitu-gitu deh. Belajar tentang karakter diri kita sendiri tentu punya metode yang beda-beda buat setiap kita.

- Pertumbuhan pengetahuan: bekerja setinggi apapun jabatan kita, aku rasa yang namanya upgrade skill itu perlu. Aku sih percaya sama sebuah pepatah yang mengatakan: di atas langit masih ada langit. Selain mengajarkan kita untuk tetap rendah hati dan gak sombong, pepatah ini memberi semangat buatku pribadi untuk tetap belajar. Bukan untuk mencapai suatu taraf atau tingkat ilmu profesionalitas tertentu, tapi supaya kita makin memahami banyak hal. Supaya kita gak sok pinter atau sok cerdas dan malah jadi sombong. Supaya ketika kita 'penuh' sama ilmu, kita bisa saling berbagi ke sesama kita biar sama-sama tau, sama-sama paham, sama-sama belajar.

- Pertumbuhan relasi: mungkin kalo konteks pacaran, kita dilatih untuk mengenal si pasangan kita lebih dalam. Aku setuju, no doubt. Tapi gimana dengan relasi kita dengan orang tua? Keluarga? Adik? Kakak? Teman? Rekan kerja? Apakah kita gak punya PR untuk belajar makin mengenal mereka semua? Atau hubungan pertemanan/kekeluargaan ini cuma yaudalahyaa gausah dipusingin alias taken for granted? Aku gak mengajak kita semua untuk pusing sih, tapi aku rasa seiring dengan berjalannya waktu, pasti ada perubahan dan pertumbuhan dalam relasi kita dengan orang lain. Untukku pribadi yang paling berasa di masa pandemi ini adalah relasi dengan orang tua dan adik--karena kami sama-sama serumah yekan. Kami belajar banyak hal satu sama lain, makin mengenal satu sama lain, makin paham satu sama lain. Orang tuaku makin tau arah/maunya hidupku ke mana. Adikku makin paham kalo kakaknya udah diem berarti mending jangan disenggol. Aku pun makin mengerti kala mereka butuh aku untuk menghabiskan waktu bersama mereka instead of kebanyakan sibuk depan layar.

Well, itu salah satu contoh. Kalo mau menumbuhkan relasi bareng tetangga atau abang tukang bakso langganan juga ndak masalah sih, hehehe. Yang penting coba belajar untuk gak melihat relasi itu sebatas taken for granted doang. Gimana? 😊

Keep growing means giving ourselves a chance to grow in every aspect of life. Faith, behavior, mentally-things, knowledge, relationship's life, and so on.

Seperti tumbuhan yang perlu dipupuk dan disiram sesuai kadarnya, hidup kita juga demikian. Kalo gak dipupuk dan disiram...yah paling gitu-gitu aja keadaannya dan lama-lama mati. Di mana pertumbuhannya?

So, keep growing, us!


3. KEEP GLOWING


Apa yang terpancar dari hati akan terpancar ke luar. Selain ngurusin yang ada di dalam diri, gak ada salahnya juga buat ngurusin yang terlihat dari luar. Buat cewek-cewek, jika punya sumber daya yang cukup, skinker-an lah. Rawat diri, dari ujung rambut sampe ujung kaki. Yaa gak mesti harus make up terus di rumah sih. Terserah juga sebenarnya. Cuma esensinya tetaplah merawat diri sampe kita ngerasa nyaman sama diri sendiri luar dalam.

Buat cowok-cowok...aku gak ngerti sih gimana perawatan diri ala pria. Intinya sama lah, sama-sama rawat diri masing-masing luar dalam sampe ngerasa, "Anj*y gua ganteng banget gila!". Gitu-gitu deh.

---

What I'm trying to say is: our life is our responsibility. Not other's. Setiap orang bertanggung jawab sama kehidupannya masing-masing, khususnya orang dewasa ya. Yha kalo anak-anak kan memang jelas tanggung jawab emak-bapaknye supaya mereka bisa bertumbuhkembang dengan baik. Mmm...kayanya sih memang gak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur sampe usia berapa anak itu jadi tanggung jawab orang tua ya. Balik lagi aja ke kultur keluarga masing-masing. Beberapa temen ada yang udah tinggal jauh dari orang tua sejak masih sekolah. Aku dan beberapa temen lainnya hingga kini masih tinggal bareng orang tua. Gak ada 1 aturan yang salah atau benar sih, tinggal gimana kita bertanggung jawab aja sama hidup yang lagi kita jalanin.

So, semoga pandemi ini segera berlalu dan kita bisa bertemu bertatap muka lagi seperti sedia kala tanpa takut bahaya virus korona 🙏.

Keep going, keep growing, keep glowing! 🌱🌟

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN