Belajar dari Film "Monsters University": Dari Saingan Jadi Rekan

Monsters University
Image source: https://wallpaperaccess.com/monsters-university


Ada yang sudah pernah nonton film "Monsters University"? Kalau belum, aku sarankan jangan membaca tulisan ini sampai habis karena akan ada banyak spoiler di dalamnya πŸ˜‚

Udah lama sebenarnya pengen nulis tentang film ini. Mmm...jatohnya bukan ke review sih ya, tapi lebih ke sharing pesan yang aku tangkep dari keseluruhan alur ceritanya. Jadi kalau mau kepo lebih lanjut, entah tentang pengisi suaranya kah, tahun rilisnya kah, atau data terperinci lainnya bisa langsung di-gugling sendiri aja yaa 😁

---

Salah satu hal yang bikin aku menyenangi film ini adalah karena mengingatkanku akan masa-masa kuliah dulu. Inget banget gimana waktu jadi mahasiswa baru (maba): tertarik ngeliatin unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang macem-macem, dan super excited di awal-awal perkuliahan terlebih karena kuliahnya di jurusan yang diidam-idamkan (Ilmu Komunikasi), dan tinggal di tempat yang bukan rumah sendiri alias ngekos, terus ketemu temen-temen baru. Asli seru banget!

Oke, izinkan aku sedikit menceritakan apa yang terjadi di dalam film ini, lalu nanti setelahnya aku akan bagikan apa pesan yang berarti banget untuk kehidupanku pribadi.

---

Sekilas Cerita

Aku perkenalkan James P. Sullivan (kita panggil dia Sully), dan Mike Wazowski (panggilannya Mike). Sully adalah seekor monster berbadan tinggi besar, berbulu biru dengan corak ungu, memiliki tanduk dan duri tumpul di sepanjang area tulang belakang hingga ekor. Mungkin perawakannya bisa dibilang lebih menyerupai beruang.

James P. Sullivan (Sully)
Image source: https://www.pngegg.com/en/png-khtml


Sedangkan Mike adalah seekor monster bertubuh mungil berwarna hijau, bulat, bermata satu, dengan lengan dan kaki yang sangat kurus. Posturnya lebih menyerupai bola mata yang terbungkus kulit berwarna hijau.

Mike Wazowski (Mike)
Image source: https://www.vhv.rs/viewpic/hbwmhhJ_mike-wazowski-png-clipart-png-download-mike-wazowski/

Kalau kita udah nonton film "Monsters, Inc.", kita udah tau betul bahwa Sully dan Mike adalah rekan kerja di sebuah perusahaan yang mengumpulkan teriakan anak manusia sebagai sumber energi kota. Ibaratnya, kalo di Indonesia tuh kayak perusahaan-perusahaan sumber energi macem PLN, PLTU, gitu-gitu. Cuma ini sumber dayanya dari teriakan anak manusia. Nah, di film Monsters University (MU) ini mengambil latar waktu masa lampau. Means, peristiwanya terjadi jauh sebelum Sully dan Mike bekerja di Monsters, Inc. (MI), yaitu pada saat mereka berkuliah.

Di beberapa paragraf sebelumnya aku sudah menyebutkan bahwa akan banyak spoiler di tulisan ini, so...be ready. Waktu kuliah, Sully sama Mike enggak temenan lho, gaes! Ini faktawow yang pertama. Fakta mengejutkan berikutnya adalah bahwasanya Mike itu temen sekamar (roommate)-nya Randall. Itu loh, si monster kadal berwarna ungu yang kemampuannya bisa menghilang atau menyamakan warna tubuh dengan lingkungan sekitar layaknya bunglon. Tidak akan mengejutkan jika di film MI si Randall dan Sully menjadi musuh bebuyutan jika kita sudah nonton film MU sampai selesai.

Oke, lanjut lagi.

Sully dan Mike (juga Randall) mengambil jurusan Scare Program karena mereka semua bercita-cita menjadi scarer. Kalo di dunia manusia ya kayak ngambil jurusan kedokteran untuk jadi dokter, jurusan ilmu komunikasi untuk jadi jurnalis, jurusan hukum untuk jadi lawyer, gitu-gitu deh. Layaknya kehidupan mahasiswa di kampus, Sully dan Mike mengalami banyak sekali dinamika kehidupan yang memberi nilai moral serta pelajaran buat penontonnya, termasuk aku yang sampai bikin tulisan ini.

Nah, apa sih nilai moral yang Meista pelajari dari film MU ini?

---

1. We Have Our Own Ambition and Pride in Life

Image source: https://wall.alphacoders.com/


Sejak kecil, Mike punya cita-cita menjadi scarer, sebuah profesi bergengsi buat para monster. Kenapa? Karena di tangan para scarer-lah kesejahteraan energi kota berada. Makin menakutkan seekor monster, makin mudahlah untuk menakuti anak manusia, dan makin cukup daya energi kota itu. Mike, di sisi lain, bukanlah monster yang menakutkan (aku setuju dengan ini, haha). Aku rasa dia sudah menyadari hal ini tapi dia berusaha sekuat tenaga menutupinya dengan segudang ilmu pengetahuan. Mike enggak percaya (atau mungkin lebih ke gak terima kali ya) bahwa dirinya bukan monster yang menakutkan. Dia baca banyak buku, belajar ini dan itu, sehingga hasilnya memang menakjubkan. Sepanjang film kita akan dibuat takjub dengan buah pemikiran Mike yang strategis, tersusun, dan terstruktur dengan baik, meski tetap pada akhirnya Mike harus mengakui bahwa dia bukan monster yang menyeramkan. Ada sebuah peristiwa yang menghancurkan ambisi dan kebanggaan Mike menjadi seorang scarer. Sebuah peristiwa pembuktian diri yang berujung pada malapetaka.

Kecewa dan merasa gagal? Tentu.

Di sisi lain, Sully, menganggap bahwa ia tidak perlu belajar mati-matian untuk menjadi seorang scarer. Ayahnya adalah seorang scarer terkenal sepanjang masa, dan ia merasa latar belakang keluarganya sudah cukup membanggakan. Jadi dia tidak perlu lagi berusaha keras untuk belajar karena dia sudah jadi monster yang menyeramkan. Bahkan popularitasnya membawa Sully masuk ke komunitas sosial anak kampus populer (kalo gak salah istilah di luar negeri tuh fraternity dan sorority gitu deh) bernama Roar Omega Roar (ROR) tanpa proses yang berarti. Hingga tiba pada suatu titik di mana Sully menyadari bahwa menjadi monster menakutkan tanpa ilmu adalah suatu kebodohan. Kebanggaannya hanya ia letakkan pada nama belakang keluarga--sang Sullivan--padahal untuk menjadi seekor monster yang terhormat harusnya ia mengisi hidup dengan ilmu pengetahuan juga.

Apa yang dirasakan Sully setelah menyadari hal tersebut? Merasa gak berguna dan kosong.

Tersesat di sebuah kamp anak-anak menjadi momen hancurnya ambisi serta kebanggaan Mike dan Sully, sekaligus menjadi awal momen mereka menjadi sebuah tim yang super kompak. Oh iya, mungkin buat yang belum familiar dengan serial film ini, fyi aja bahwa monster-monster ini setakut itu sama manusia. Ini sebuah fakta film yang ngeselin sih buatku. Mereka ngambil energi dari teriakan anak manusia tapi di saat yang sama mereka juga takut karena menganggap manusia itu beracun. Jadi sama sekali gak boleh tersentuh atau menyentuh manusia, termasuk juga terhadap barang-barang milik manusia. Kalian bayangin mereka terdampar di dunia manusia dan saat itu lagi ada kamp. Tau lah ya kalo kamp itu pasti bocahnya gak mungkin satu. Banyak. Udah gitu gak mungkin gak ada orang dewasanya. Minimal ada 1-2 perwakilan orang tua untuk masing-masing anak. Nah, di sinilah momen di mana Mike sadar ia (nyaris) melakukan hal yang fatal. Gile aje, anak-anak aja udah dianggep beracun, ini apalagi emak-bapaknya yekan.

2. Kerjasama Tim Membuahkan Hasil yang Baik

Image source: https://wall.alphacoders.com/


Apa yang terjadi setelah mereka 'terperangkap' di dunia manusia? Mencari jalan pulang itu udah jadi solusi terbaik. Oh iya, lagi-lagi buat kalian yang belum pernah ngikutin serial film ini: jadi ada sebuah teknologi portal gitu yang menghubungkan dunia monster dengan dunia manusia. Portalnya dalam bentuk pintu biasa. Tandanya kalau portal itu terkoneksi adalah ada lampu bulat berwarna merah yang menyala di bagian atas pintu.

Nah, ketika Mike dan Sully lagi momen-momennya dikejar sama manusia dewasa--karena dianggap beruang hutan, secara si Sully kan badannya gede beut yak--tiba-tiba pintu portal tempat mereka masuk sebelumnya mati. Dalam artian pintu itu kembali ke pintu lemari biasa.

Mereka terjebak, gaes. Di dunia manusia. Yang penuh racun (atau penuh virus korona jika peristiwa itu terjadi di tahun 2020, LOL).

Beberapa manusia dewasa mulai memasuki ruangan kamp, dan di sini momen paling dagdigdug sepanjang film. Mike mulai menyusun rencana dan strategi untuk membuat energi dari pintu dunia monster menyala, sementara Sully mengikuti setiap instruksi Mike.

Gila. Emang bisa?

Kata Mike: "Mereka ini orang dewasa. Energinya pasti cukup kuat untuk menyalakan pintu portal dari sisi sebaliknya." Dari dunia monster maksudnya.

Dengan kecerdasan Mike, mereka berhasil menjebak manusia dewasa masuk ke dalam perangkap sederhana yang mereka rancang secara mendadak. Kalau kita, manusia, ada di posisi itu, asli serem banget, gaes. Bayangin aja kondisinya malem-malem buta, terjebak di suatu rumah kamp tengah hutan, gelap, belum lagi deg-degan karena disinyalir ada makhluk menyerupai beruang hutan yang berkeliaran, terus terjadi hal-hal 'mistis' di tempat itu...rasanya udah kayak lagi ikutan uji nyali acara Dunia Lain kali tuh.

Sampai akhirnya, when the time comes, Sully menampakkan diri sambil mengeluarkan raungan yang luar biasa kencang hingga si manusia-manusia dewasa itu teriak menjerit--ya lagi-lagi coba bayangin kalo kita yang lagi ada di sana, kek gimana kita teriaknya yekan πŸ˜‚

And it worked!

Mike dan Sully berhasil masuk kembali ke dunia monster.

---

Image source: https://wall.alphacoders.com/


Di sini pelajaran moral yang aku tangkap dan ingin aku rangkum adalah: mungkin kita gak pernah bisa menjadi sesuatu atau seseorang yang kita mau, sekeras apapun usahanya, sebesar apapun ambisinya. Atau, mungkin kita udah super kepedean bahwa kita sanggup dan mampu menjadi sesuatu atau seseorang yang kita mau tanpa perlu usaha yang keras hanya karena kebanggaan dari latar belakang keluarga. Keduanya menurutku sangat kontradiktif. Aku belajar dari film ini bahwa sebenarnya kita semua punya nilai kekuatan masing-masing, sadar atau gak sadar. Ketika kekuatan tersebut dibawa ke dalam sebuah tim, komunitas, atau kelompok, sebenarnya dampaknya bisa sangat luar biasa. Hasilnya bisa memberkati diri sendiri, anggota tim, bahkan orang di luar tim.

Tapi coba jika di dalam sebuah tim, komunitas, atau kelompok tersebut yang dikedepankan adalah ambisi dan kebanggaan pribadi. Misalnya setiap anggotanya lebih mementingkan ambisinya sendiri, gak peduli dengan anggota lain, lebih suka cari aman sendiri, kurasa yang ada malah gontok-gontokkan tiada henti. Akan muncul kepahitan-kepahitan dan kekecewaan yang membekas di hati. Seperti konflik yang dialami oleh Mike dan Sully di awal hingga tengah cerita. Bagaimana mereka mempertahankan ego dan harga diri mereka masing-masing dan itu sama sekali gak membuahkan apa-apa. Merasa diri paling benar sedangkan yang lain salah. Sampai pada suatu titik di mana mereka paham bahwa mereka memang harus bekerja sama demi kebaikan bersama.

---

Ini film yang bagus banget menurutku. Pesan moral dalam hal kerjasama tim dan mengalahkan ego masing-masing pribadi tuh ngena banget. Merefleksikan pesan yang kutangkap dari film MU ini, aku jadi makin yakin gitu bahwa merasa diri paling penting dan signifikan di tengah komunitas/masyarakat tuh lama-lama bikin lelah sendiri. Cukuplah. Kenalilah diri sendiri dengan baik, makin baik, sehingga makin aware dengan karakter kita sendiri. Sadari bahwa kita masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, dan gak selalu orang lain bisa terima hal itu. And that's okay. Karena sekali kita ketemu komunitas yang 'klik' (bahasa jaman sekarangnya "nemu orang yang se-frekuensi"), hal-hal yang dilakukan bersama pasti membuahkan dampak yang baik. Memberkati sesama, dan juga memberkati diri sendiri.

Ya jadi begitulah celotehan refleksiku habis nonton MU, wkwkwk. Aku akan coba nulisin lagi refleksi dari film-film berikutnya, karena aku yakin setiap film pasti punya pesan tersendiri yang mau disampaikan.
Thank you for the movie creator! Thank you (God for) their creativity. Awesome! πŸ’“

See you next post! πŸ™†

Comments

  1. Ah, reviewnya panjang tapi menyenangkan. Jadi ingat motto waktu ikut himpunan di kampus dulu, teamwork makes the dreams work!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks, pak editor! :D Iyess suka bangeet sama pesan moralnya film inituuh. Dan rata2 memang film besutan Disney selalu ada aja pesan moral yang applicable buat hidup sehari-hari hihihi

      Delete

Post a Comment

Thank you for your comment! :D

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN