Move On?

Photo by danny howe on Unsplash

Sabtu, 15 September 2018 jam 11:18 menurut jam laptop gue.

Gue kembali lagi dengan sebuah curahan hati yang receh dan mungkin agak nyampah.

Tapi yah tetep gapapa kan yaah nyampah di blog sendiri.

Daripada di blog orang atau di website kantor (bahaya banget inimah! πŸ˜‚).

Dan gak nyampah di linimasa media sosial manapun kan?

Paling bertengger ajah di bio Instagram.

Tetep gak ganggu lah yaaa judulna mah 😁

***

Saat ini banget gue lagi duduk sendirian di McDonald's Salemba.

Jauh amaaat mainnya... Ngapain mbak?

Jadi adek gue hari ini mulai kursus bahasa Jepang di LBI UI, Salemba.

So, setiap hari Sabtu dia bakal ke LBI Salemba untuk mulai kursus bahasa Jepang setiap jam 8.30 - 12.30 .

Hari ini, mumpung guenya juga lagi libur, jadi weh gue ikut dia nimbrung nemenin sampe tadi masuk kelas.

Nah, daripada gue bingung 4 jam ngapain aja, mending gue nyicil prepare-an kerjaan buat hari Senin-Selasa dimari.

Terus biasa, deh, tetiba kepikiran sesuatu yang menyita waktu lagi...

Tapi kali ini beda sama yang dipikirin beberapa malam yang lalu (sok atuh baca curcolan sampah gue di sini).

***

Sambil ditemenin lagu Glass Bead-nya GFRIEND dan juga beberapa lagu lainnya yang ada di playlist laptop, gue tiba-tiba kesambet sebuah pemikiran yang...menurut gue cukup ekstrim.

Anggaplah gue baru beli rumah baru.

Rumah baru ini gue peroleh dengan cukup susah dan jerih payah yang enggak gampang.

Di rumah baru ini banyak lah ya fasilitas standarnya.

Mulai dari ruang tamu, kamar mandi, kamar tidur, halaman, dapur, pokoknya semua serba ada.

Puas banget deh gue dapetin rumah baru ini.

Enggak sia-sia gue bayar mahal juga ya kan.

Nah, salah satu spot favorit gue adalah di halaman.

Kenapa?

Soalnya halaman baru gue itu bentuknya taman rumput hijau yang paraaaahhh bagus banget!

Enggak luas-luas banget sih memang, tapi cukup banget untuk gue leha-leha tiap sore di sana.

Saking bersih dan terawatnya, gue bisa sampai tidur-tiduran di rumput.

Enggak cuma itu aja, bahkan di halaman gue ada spot buat barbeque-an dan dapur kecil gitu yang bisa dipake buat masak-masak lucu.

Mau masak yang pake kompor atau sekadar bikin jus sehat atau cuma mau kupas-kupas buah juga bisa!

Jadi gimana gue gak akan betah main di rumah ya kan.

Nah, hari ini, ketika gue lagi mau santai-santai di halaman rumah, tiba-tiba gue liat tetangga depan rumah gue lagi buka gerbang.

Dan ternyata...GILAAAAK, halamannya parah bagus banget!!!

Konsep tamannya kurang lebih sama sih kayak punya gue, tapi yang bikin gue mupeng adalah di sana ada taman anak-anaknya!

Gue baru tahu ternyata di balik gerbang tinggi rumahnya, si tetangga itu sering ngundang beberapa anak kecil main ke rumah buat main-main di halamannya.

Dari halaman sini gue cuma bisa melongo karena liat bagusnya taman milik Tante Bonita.

Rumputnya hijau banget, terawat, dan punya dapur mini juga!

Terus di deket gerbang itu ada karpet karet yang bentuk puzzle gitu, warna-warni, cukup luas juga, di atasnya ada beberapa macam permainan anak-anak.

Kayak perosotan, mobil-mobilan plastik gitu, kolam renang kecil (yang bisa dipompa terus dikempesin lagi), dan beberapa mainan lainnya yang lucu-lucu banget.

Agak masuk ke dalem deket pintu rumahnya yang berwarna putih elegan, ada kayak rumah-rumahan kecil yang bisa muat nampung kurang lebih 10 orang.

Dan lo tau itu apa?

RUMAH BACA!

Bahkan ada beberapa orang tua yang bisa masuk ke dalem situ nemenin anak-anaknya baca buku.

Astagaaah lengkap amat yak!

Gara-gara penasaran, langsung aja gue samperin rumah Tante Bonita (iyah, selama ini saking nyamannya sama halaman sendiri jadi gue jarang juga sosialisasi sama tetangga sekitar).

"Permisi, Tante Bonita. Saya Meista yang tinggal di rumah seberang."

"Eh, halo, Meista. Akhirnya kamu main kesini juga. Selama ini kamu di rumah terus sih, ya."

"Hehe, iya, Tan, terlalu nyaman sih soalnya di rumah. Tante apa kabar?"

"Baik, kok, baik. Eh ayok kita masuk ke dalem. Ngobrol di dalam aja."

"Ehhh...enggak usah, Tan. Sebenernya Meista ke sini cuma mau lihat-lihat tamannya Tante. Bagus banget. Terus rame lagi sama anak-anak."

"Oohh, iyaa. Tante emang sengaja ngedesain taman ini supaya anak-anak yang tinggal di sekitar sini bisa main-main. Kan seru yah kalo ngeliat anak seusia mereka bisa main-main kayak gini. Ceria banget gitu."

"Iya sih, Tan. Aku juga seneng ngeliatnya. Jadi pengen punya taman kayak Tante Bonita, deh."

"Loh, bukannya taman rumah kamu juga udah bagus banget?"

"Umm...iya, sih, Tan. Tapi kayak ada yang kurang gitu."

"Kenapa? Kamu lihat taman Tante lebih indah dari tamanmu sendiri, ya?"

Gue pun cuma bisa kicep dapet pertanyaan kayak gitu.

Akhirnya gue menduga-duga, jangan-jangan ini yang namanya 'rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri'.

Baru 2 bulan lebih gue pindah ke rumah baru yang super bagus ini, tiba-tiba malah jadi pengen pindah lagi ke rumah yang kayak punya Tante Bonita.

Cuma gara-gara seneng liat tamannya ramai sama anak-anak.

Lagi bengong kayak gini, tiba-tiba Tante Bonita nepuk pundak gue.

"Meista, asal kamu tahu. Apa yang kamu lihat ini enggak seindah yang kamu bayangkan. Ini cuma hasil akhirnya. Ada perjuangan berat dan keras untuk bisa menyenangkan hati anak-anak ini. Kalau kamu tiba-tiba terpikir untuk punya taman yang sama, jangan hanya lihat dari bagus luarnya aja. Coba tanya dirimu sendiri apakah kamu juga mau menderita dan berjerih payah demi menyenangkan anak-anak kecil ini?"

Pertanyaan dari Tante Bonita langsung bikin gue makin diam seribu bahasa.

Lalu Tante Bonita melanjutkan kalimatnya lagi.

"...taman kamu bahkan bisa kamu manfaatkan buat bisnis, lho. Tapi kamunya aja mungkin yang belum tahu peluang itu. Atau jangan-jangan kamunya yang belum belajar memanfaatkan taman yang bagus itu?"

"Aku enggak ngerti gimana cara manfaatinnya, Tante. Selama ini sih ya aku pakai untuk santai-santai dan leha-leha aja setiap sore. Enggak pernah kepikiran sampe ke bisnis atau apalah."

"Nah itu. Kamu belom coba maksimalin apa yang kamu punya, tapi kamu udah ingin sesuatu yang lain. Sesuatu yang menurut kamu indah padahal cuma luarnya aja yang kamu lihat. Percaya sama Tante, begitu banyak pengorbanan dan perjuangan kok untuk Tante bangun taman di rumah yang akhirnya bisa dipenuhi sama anak-anak yang mau main. Kalau kamu mau move on ke tempat yang seperti ini, atau kalau kamu mau bangun hal yang sama seperti Tante, siap gak kamu untuk berjuang habis-habisan?"

***

Friendtizen bingung?

Sama, gue juga πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Kalau mau tahu fakta dibalik kisah di atas, monggo japri gue aja yesh.

Bisa lewat e-mail, Whatsapp, atau DM Instagram / Facebook juga boleh.

Gue akan ceritakan selengkap-lengkapnya.

Yang jelas, kali ini gue kembali minta doanya, gengs.

Mohon doakan gue agar:

1. Membawa keinginan gue dalam doa ke Tuhan untuk punya "taman baru atau pindah ke rumah yang tamannya sama kayak Tante Bonita".

2. Peka sama jawaban Tuhan apapun itu terkait si "taman-tamanan ini".

3. Siap dengan jawaban Tuhan, baik YA atau TIDAK atau "Jalanin dulu aja apa yang ada di depan mata, Meista."

Gituuu.

Masih bingung?

Dibilangin tanya aja langsung via e-mail / japri Whatsapp / DM Instagram / Facebook 😚

Beneran loh ini.

Hahaha.

Thank you so much, dear Friendtizen!

I owe you a lot! πŸ’“πŸ’›πŸ’šπŸ’™

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN