Susah Banget Menyerahkan Rasa Takut

Photo by Verne Ho on Unsplash


🎡 Seorang anak t'lah lahir untuk kita
Seorang putera dib'rikan
Lambang pem'rintahan di atas bahu-Nya
Dan nama-Nya pun disebut orang:

Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa
Bapa yang Kekal, Raja Damai

Sambutlah Dia, Yesus Tuhan
Jurus'lamat dunia

---

Lagu ini adalah lagu yang aku nikmati di Natal 2020 kemarin. Tapi meskipun temanya "lagu Natal", aku tetep dengerin lagu ini di luar musim Natalan karena ingin menghayati liriknya.

Kalau dikepoin, lirik lagu ini diambil dari kutipan ayat Alkitab yaitu Yesaya 9:5, yang isinya:

"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai."

Kemarin, bener-bener kemarin banget, aku kembali diterpa sebuah ketakutan yang terpendam lama tapi gak pernah aku urusin. Aku belum bisa bilang ketakutannya apa--maybe later di tulisanku berikutnya ketika aku sudah tau progress dari proses menghilangkan ketakutan ini. Ketakutan yang besar tersebut membawaku untuk sedikit bertanya dan bercerita dengan salah 2 teman yang kupercaya; yang satu kakak senior, dan satu lagi teman sebaya yang menjadi rekan perjalananku ketika aku tengah galau-galau ngedoain seseorang di tahun 2019-2020 kemarin.

Kepada kakak senior, aku bertanya (kurang lebih seperti ini isi percakapan kami):

Meista (M): Kak. Boleh aku tanya sesuatu yang random?
Kakaknya (K): Yasss
M: Di suatu pertemuan ktb kita beberapa dekade yg lalu (kek lama kali ya kak πŸ˜‚), aku ingat kakak pernah sampaikan pesan terkait manipulasi iblis dlm pikiran. Aku lupa kita lg bahas apa waktu itu tapi intinya kami lg belajar utk hati2 juga sm apa yg kita pikirkan.
M: Random question yg mau aku tanyakan: Is that true that the devil can manipulate our mind, kak?
M: Jika iya, somehow aku ngerasa berarti devilnya aku sendiri dong 😰 Krn se-enggak keliatan itu apakah kita yg lg berpikir atau ternyata apa yg lg kita pikirin itu hanyalah distraksi dan manipulasi spy kita meragukan Tuhan.
K: Yeremia 17:9 (TB) Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?
K: Yesss
K: Wajar kalau dikau mikir gt
K: Alkitab jg blg gt

Aku merenungkan bagian Firman yang dibagikan si kakak. Akhirnya aku pun mengakui bahwa, ya bener gitu. Karena dosa, aku gak mungkin punya kebaikan 100%. Dalam artian, ya hati kita memang udah cemar karena dosa. Licik, kalo kata nabi Yeremia.

Nah, terus akupun ngobrol juga via chat dengan si teman sebaya (sebut saja namanya Thesa--nama sebenarnya). Sebenarnya sampai detik ini obrolan kami masih berlanjut, jadi gak perlu aku share dulu yaa di sini, hihihi 😁. Thesa merupakan salah satu sharing partner ketika aku tengah menyukai seorang teman di tahun 2019-2020. Kali ini pun, aku memercayai ceritaku tentang sebuah ketakutan padanya karena Thesa selalu menjadi teman yang apa adanya. Jujyur, kadangkala aku punya kecenderungan kalo lagi curhat itu lebih ingin minta saran atau pendapat yang ingin aku dengar, bukan apa yang benar-benar menjadi pendapat obyektif si teman yang aku curhatin. Bersyukur banget Tuhan koneksikan aku dengan Thesa, karena dia beberapa kali memberi saran dan komentar yang obyektif dari sudut pandang dia tapi akunya aja yang bandel gak mau melakukan saran dia (maapin, Thes, keras kepala memang si Meista ini kadang-kadang πŸ˜‚).

Sembari membalas chat dari kedua orang yang kupercaya ini, tiba-tiba aku keinget sama lagu "Seorang Anak T'lah Lahir" yang liriknya aku tulis di atas. Pas aku dengerin...aku nangis. Why? Aku pun gak ngerti... Gimana ya mendeskripsikannya... Kayaknya aku nangis karena aku lagi mengakui ketakutanku itu. Aku nangis karena antara takut dan terharu. Terharunya karena apa, karena bagian lirik lagu yang bilang bahwa: "Seorang anak t'lah lahir untuk kita..."

Untuk kita.

Lagu ini udah sering banget aku dengerin. Cuman entah mengapa kemarin malam rasanya kayak nusuk-nusuk hati, sampe aku nangis dan ngerasa se-enggak berdaya itu. Rasanya kayak...ketika ada pihak yang mau datang buat aku, mati buat aku, dan ngasih aku hidup, aku gak bisa lagi berkata bahwa aku hidup buat diri aku sendiri. Aku ngerasa hidup ini udah bukan lagi tentang aku, tapi tentang Siapa yang ngasih aku hidup. Di titik ini--saat aku lagi dengerin lagu itu sambil tiduran dan masih berlinang air mata--aku sadar bahwa menyerahkan seluruh aspek hidup untuk mau dipelihara dan dikasihi Tuhan itu gak gampang. Termasuk menyerahkan ketakutan kita. Bagiku, kesulitan menyerahkan ketakutanku saat ini bukan karena aku ngerasa superior dan mampu untuk nyelesain sendiri. Tapi karena lebih ke aku gak percaya apakah ketakutan ini akan hilang dan apakah aku bisa bebas tanpa terbelenggu karenanya.

Susah, beneran.

Itu yang bikin aku jadi mewek semalam. Jadi bener kan apa yang tertulis di kitab Yeremia itu? Licik hatiku. Apa tandanya? Gak percaya bahwa Tuhan sanggup menghapus ketakutanku.

Bagian berikutnya dari lagu tersebut menegaskan bahwa anak yang lahir untuk kita itu bukan sembarang anak, melainkan Anak Manusia, yang aku percayai dan imani adalah Tuhan sendiri, dan yang biasa aku sebut Tuhan Yesus, yang ternyata hadir di dunia untuk mengasihi aku, si manusia berhati licik.

"Lambang pem'rintahan di atas bahu-Nya
Dan nama-Nya pun disebut orang:

Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa
Bapa yang Kekal, Raja Damai

Sambutlah Dia, Yesus Tuhan
Jurus'lamat dunia"

Kadang mikir gini ya akutuh: kok mau sih Tuhan mengasihi aku yang kayak begini? Kok bisa sih aku dikasihi padahal aku sering banget meragukan dan gak percaya sama kebaikan-kebaikan Dia. Aku lebih sering percaya Dia baik ketika hidupku juga lagi baik-baik aja. Jadi ketika aku lagi dikuasai ketakutan, rasanya lebih mudah untuk fokus sama si ketakutan daripada sama Tuhan sendiri yang sebenarnya sanggup memulihkan ketakutanku.

Aku manusia berdosa. Itu faktanya. Pada akhirnya, bukan karena kekuatanku jika aku bisa menyerahkan ketakutan yang lagi kualami saat ini. Bukan aku yang bisa, bukan aku yang mampu. Bawaannya sih ragu untuk nyerahin ketakutan ini, tapi aku inget bahwa hidup ini pilihan. Aku sadar aku punya pilihan untuk mau nyerahin ketakutan dan dipulihkan Tuhan dari ketakutan ini, atau mau tetap terbelenggu dan lebih fokus sama si rasa takut.

---

Ini akan jadi postingan yang nggantung, wkwkwk. Part kali ini cuma bisa sampai sini. Tapi, aku bersedia untuk nulis lanjutan proses dan progresnya di postingan berikutnya yaa.

Terima kasih sudah mau membaca, wahai Friendtizen 🌼

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN