How I Deal with My Own 'Self-Blame' Feeling



Katanya sombong itu gak baik.

Tapi rendah diri juga gak baik.

Terus sulit gimana caranya biar bisa hidup 'in-between'; artinya ya gak sombong, tapi gak rendah diri juga.

Tetap punya self-esteem yang sehat, tapi tidak berlebihan yang nanti ujung-ujungnya bisa sombong.

---

Gue sering berada pada situasi di mana gue ngerasa semua orang membenci gue. Padahal saat itu lagi gak ada peristiwa buruk yang terjadi. Semua terasa baik-baik saja. But somehow, there's a voice in my head telling me that: "You're not enough, Meista! You're not good enough!"

Gue dilatih dan dididik menjadi seorang perempuan yang harus rendah hati dan apa adanya sedari kecil. Terlepas dari berbagai achievement dan berbagai pujian yang diterima dari orang lain, gue tetap mempertahankan value itu: tetap rendah hati.

TAPI...

Entah kenapa gue akhir-akhir ini jadi ngeblur dan susah membedakan apa itu rendah hati dan apa itu rendah diri?

Alih-alih rendah hati, gue jujur lagi bermasalah dengan rendah diri/rendahnya kepercayaan diri. Gue selalu ngeliat diri sendiri kurang, gak baik, cenderung melakukan self-blaming/menyalahkan diri sendiri. Akibatnya, setiap kali gue melakukan berbagai hal, yang gue ekspektasikan malah mendapat kritikan--because I feel like I'm not good enough at everything I do.

---

Beberapa hari lalu, gue melakukan one-on-one bareng atasan gue. Kebetulan banget agendanya adalah evaluasi kinerja gue selama 1,5 bulan ini. Wow, gue semangat sekali mendapat evaluasi seperti ini. Tapi, yang muncul di kepala gue adalah lebih ke: gue siap mendapat kritikan. Gue malah gak siap mendapat hal sebaliknya. Gue malah gak siap untuk 'tidak dikritik'.

Evaluasi kami dimulai dari sharing gue tentang bagaimana gue kerja 1,5 bulan di sana; apa aja yang dipelajari, yang dirasakan, apa feedback gue untuk perusahaan, dan lain-lain. Setelah itu dilanjut dengan review evaluasi gue oleh beliau. Well, so unexpected ketika dia lebih banyak menyampaikan compliment dan terima kasih karena keberadaan gue sangat membantu.

Me like: WHAT??

Untuk orang seperti gue yang terus dihantui pertanyaan dari diri sendiri: "Gue gabisa kerja ya..gue kayaknya gak bener deh kalo kerja..", pernyataan atasan gue itu seakan membingungkan pikiran gue sendiri. Karena di awal ekspektasinya dikritik kan, tapi yang gue denger malah sebaliknya.

Terus abis itu gue malah bertanya-tanya: "Is this true?"

Intinya...gak ada satupun kritikan yang keluar dari pernyataannya. Alih-alih bersyukur, gue malah insecure. Aneh yak.

---

Kisah lainnya terjadi di hari Sabtu kemarin. Bener-bener kemarin. Ketika gue untuk pertama kalinya menjadi moderator dalam sebuah acara kantor--yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Gugup pasti iya, degdegan pasti iya, tapi yang mengganggu adalah pemikiran gue yang berkata: "Lo pasti ga akan bagus bawain acaranya. You're not good enough. It's much better if it's someone else, not you."

Woah, sakit kepala gak sih lo pikiran kek gitu muncul di saat mendekati acara berlangsung. Dan dalam beberapa detik selama acara berlangsung pun masih kepikiran kayak gitu. Jadi ada beberapa detik yang gue malah jadi kaku atau gelagapan, padahal sedari awal gue udah enak ngebawainnya.

Setelah acara selesai dan lega karena tugas gue saat itu juga selesai, seperti biasa gue cepet-cepet minta maaf sama tim karena gue ngomongnya kecepetan, sempet gelagapan, dan kurang baik lah pokoknya. Again, respon mereka di luar ekspektasi gue. Atasan gue malah mengernyitkan dahi and said: "Engga kok. Bagus-bagus aja. Smooth banget malah lo ngebawainnya." Temen yang lainnya juga malah bilang: "Gila itu gimana sih Kak Mei bisa smooth gitu bawainnya. Aku yang nontonin aja degdegan tapi Kak Mei bisa lancar gitu."

Lagi: gue cuma heran karena bagaimana gue memandang diri gue sendiri berbeda dengan bagaimana tim/orang lain memandang gue di saat itu.

---

I tell you: it's disturbing. Gue masih mencari cara untuk bagaimana gue bisa berterima kasih dan ngerasa cukup sama diri sendiri. Gue udah bisa mulai cuek sama omongan orang lain yang bagi gue gak relevan untuk hidup gue, tapi ternyata gue masih belum bisa merasa cukup sama diri sendiri. Kalo kata Tulus harusnya:

"Bisikkanlah terima kasih pada diri sendiri...Suarakan: bilang padanya jangan paksakan apapun. Suarakan: ingatkan terus aku makna cukup."

But turns out...I found this hard.

----------

Photo credits: Photo by Hello I'm Nik on Unsplash

Comments

  1. Wow makasih tulisannya Ka, terus semangat memberkati lewat tulisan.

    ReplyDelete
  2. Feel you, Meis{} This broken soul's been screaming scary things to itself ya...

    ReplyDelete

Post a Comment

Thank you for your comment! :D

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN