Sedang Mempertimbangkan Menutup Akun Instagram. Hehe



Tadinya mau bikin judul gini: "Engga Main Instagram, Emang Kenapa?"

...tapi emang dasar Meista anaknya labil jadi yaudalah. Wkwkwkwk πŸ˜†

Anyway, beberapa hari lalu salah satu teman brainstorming sama gue terkait main Instagram yang ternyata bikin gue jadi mempertimbangkan hal serupa. Begini obrolannya:

-----

Dia (D): Meis
Aku (A): Yaaa
D: Kmrn malem discuss sama *nama teman disamarkan* ttg IG usage
Dan aku blg kalau aku gadapat yg aku harapkan. Dalam hal ini connection. *Nama teman disamarkan* kerucutin lagi jd intimacy
Akhir2nya
sahabat yg udh lama ga kutemuin krn nutup IG 3 taun lalu, toh pas bertemu di IG ya langsung deket
Dan yg cuma temen, ya cuma temen
Cant be closer
Well
Ku ga tipe melakukan sesuatu for fun. So I didnt get this IG for me
Cuma tiap inget betapa nyeselnya ga aktif IG pas jaman *nama gebetan disamarkan* nanya IG-ku, aku jd mikir lg
But lbh dr itu
Aku condong bgt tutup akun. Well, maybe nanti (...)
Wdyt? Or do you have anything to share about?
A: Hmmm oke
I think you should decide for urself. Kalau mmg dirimu lebih sejahtera tak pakai IG, just do it. Jodoh gak selalu harus kepoin kita dari IG kokss. If someone liking you and want to know more about you, channelnya gak harus dari IG. Maybe he should connect with your close friend, or finding you via Google, or do any effort 😊
So don't worry to be yourself πŸ€—πŸ’—
You know what's best for you. Either tutup akun, either temporarily disabled (aku lebih sering menggunakan yg ini kalau lagi butuh fokus banget2), just sign out and uninstall apps without closing the account...you decide 😊
...
Dan....aku rasa di usia2 kita skrg udah mulai bisa "filter" mana yg temen beneran, mana yg temen socmed.
Gue pribadi, krn gue menjunjung tinggi real relationship & real friendship, gak semua temen2 di medsos gue consider as 'real friend'
U kno what I mean 😊

-----

TERUS....hari ini gue jadi memikirkan dan mempertanyakan ulang buat apa gue punya akun-akun medsos, salah satunya Instagram.
Gue memang terbilang cukup "addict" ya sama Instagram. Bagi gue, platform medsos yang satu ini cukup menunjang kreativitas gue dengan sangat maksimal. Nyaman gitu untuk menuangkan berbagai ide atau buah pikiran gue ke dalam konten-konten, baik yang sifatnya receh, curhat, maupun inspiratif.

Nah, dulu tuh gue sempet punya visi (caelah!) menjadikan Instagram gue sebagai "Meista's Life Digital Magazine". Makanya IGFeed gue kayak begonoh, terstruktur banget kan. Plus waktu itu memang lagi rajin-rajinnya belajar desain grafis.

Tapi sekarang...kan teknologi cepet banget ya berubahnya, seiring dengan banyak perubahan-perubahan baik dari segi teknologi maupun kehidupan berelasi, gue rasa visi gue yang di awal itu ya udah gak relevan aja.

Gini: pertama, jaman sekarang udah gak relevan ngerapih-rapihin Feed IG. Dulu sih iya, tapi sekarang trennya balap-balapan bikin konten video pendek, dari yang biasa aja, receh, ngeselin, sampe yang bisa viral. Gue pribadi jujur belum kepikiran "visi" baru sih dengan kemajuan teknologi yang satu ini. Maksudnya dalam konteks IG pribadi ya. Kalau IG kerjaan sih aman-aman aja ngikutin tren.

Kedua, dalam konteks pertemanan. Hmmm, gue yakin gue gak sendirian yang ngerasa kesepian di masa-masa pandemi ini. Temen yang dikenal di IG sih banyak ya. Kontak di WA juga banyak. Tapi yang benar-benar berelasi tuh bisa dihitung jari. Dan di sini gue belajar: relasi yang dekat itu terbangun dan terpupuk pake waktu. Bukan pake follow-followan IG atau sering-seringan liat konten IGStory. Banyak yang gue kenal di IG tapi relasi pertemanannya sama gue sekarang ya udah jadi yang 'cukup tau aja'. Sedangkan orang-orang yang relasinya makin deket sama gue saat ini adalah:
1. Tentunya keluarga di rumah
2. Orang-orang di kantor (karena ketemu nyaris tiap hari juga kan. Itu juga hanya sebatas relasi profesional)
3. Temen-temen lama yang frekuensi komunikasinya memang gak begitu sering tapi kami udah temenan lama beut. Dan kami sama-sama punya keinginan untuk mempertahankan pertemanan kami sih (see? 2 arah tetep kan ya)

Other than that...ya yaudah. Cuma relasi datang dan pergi aja. Temen-temen medsos, temen-temen pelayanan yang sifatnya temporal. Apalagi. Kalo pelayanan selesai juga kecenderungannya bakal jadi stranger / 'cukup tau aja', kan?

So...di sinilah gue merenungi apa makna gue memiliki akun media sosial? Mungkin lebih ke bertanya pada diri sendiri: apa objective gue punya akun medsos?

Karena sama seperti si temen gue yang di atas itu, si "Dia", gue juga bukan tipikal orang yang nyari kesenangan di medsos. Dulu iya, waktu masih punya gebetan. Seneng banget kalo liat dia udah nge-seen IGStory gue. Sekarang kan...yah gitu deh. Gausah diingat-ingat. Hahaha.
Sekarang yang bikin gue seneng ya jalanin dan kerjain aja 24/7 hari-hari gue apa adanya. Gak usah ngadi-ngadi. Keknya makin "tua", gue ngerasa udah mulai ngeh sama apa yang pantas untuk gue prioritaskan, mana yang enggak. That's why...menutup akun-akun media sosial gue (gak hanya IG, tapi juga yang lainnya tergantung ada purpose-nya apa ndak) itu menjadi salah satu rencana jangka pendek gue.

Mungkin gue akan tetap bermain medsos, hanya dengan objective yang berbeda. Contohnya ya untuk pekerjaan gue. Oh iya, apalagi sejak gue memegang role Digital Marketing, kan makin kenal banyak channel tuh, makin-makin lah gue belajar channel lain selain Instagram. Intinya, gue tetap akan bersentuhan dengan media sosial tapi cuma dalam ranah pekerjaan.

Untuk ranah personal? Hmmm...well, katanya membangun digital presence for the sake of personal branding itu kan baik yha. Yah...gue coba pikir-pikir dulu deh mana channel yang mau gue pake. Balik lagi, tergantung objective sama motivasinya apa (yang bakal direnungkan dalam beberapa waktu ke depan).

---

Credit photo: Photo by Souvik Banerjee on Unsplash

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN