Sedang dalam Mode "Bertanggung Jawab"




Menyadari ada sinyal-sinyal dari dalam diri yang membuat gue harus mengambil keputusan, inilah beberapa hal yang harus gue pertanggung jawabkan:

1. Sekarang gue akan bertanggung jawab atas pilihan "ingin mengenal seseorang" dan mendoakan orang tersebut selama kurang lebih 2 tahun terakhir. Dan kini, gue akan kembali bertanggung jawab untuk memutuskan bahwa gue harus menghentikan semuanya. Menghentikan fokus doa dan hati untuknya, membatasi akses komunikasi, dan membatasi ruang gerak kerjasama yang akan kembali memicu interaksi.

Sudah cukup bagi gue 2 tahun membuka hati dan kesempatan lebar-lebar namun semuanya terasa begitu kering dan tidak bertumbuh. Sebuah proses yang tidak berjalan baik dan pastinya tidak memenuhi ekspektasi saya.

2. Sekarang gue akan bertanggung jawab atas pilihan pekerjaan yang gue tanda tangani kontraknya. Meski ternyata di awal penandatanganan kontrak gue sempat punya naluri bahwa ada sesuatu hal yang "kurang rapi" di sini, tapi karena gue butuh uang, akhirnya tangan gue tergerak untuk menyetujui kerjasama profesional tersebut.

Realitanya? Ternyata sesuai dengan apa yang gue nalurikan di awal. Dan sekarang gue harus bertanggung jawab dengan upaya yang gue bisa lakukan untuk bertahan dan menyerang.

3. Sekarang gue akan bertanggung jawab atas pilihan mengiyakan atau meng-tidakkan segala bentuk "aktivitas pelayanan". Menyadari bahwa kegiatan pelayanan, komunitas, relasi, teman pria ternyata menjadi berhala-berhala kecil gue selama ini, hal-hal itulah yang sekarang juga harus gue serahkan pada Tuhan untuk "dihancurkan".

Yap, sedihnya berasa banget. Hancur. Kenapa gue bisa berani bilang ini semua berhala, karena ketika ada masa bahwa gue memang harus melepas itu semua, dunia gue runtuh. Ketika gue ngerasa semua hal itu lagi ada di mode dan fase kekeringan yang teramat sangat, di situ gue sedih dan gak tau mesti ngapain. Berasa kayak gak bisa berbuat apa-apa terhadap realitas kekeringan yang ada.

Selama ini terlalu menggenggam kepercayaan, keyakinan, dan rasa nyaman terhadap hal-hal itu, dan ketika semua mulai mengering, di situ gue sadar gue menempatkan pusat hidup pada hal-hal yang sifatnya sementara dan terbatas.
In other words, gue harusnya lebih memedulikan hidup gue sendiri juga ketimbang cuma "doyan pelayanan". Berbagai sakit fisik yang gue derita dalam waktu-waktu belakangan memberikan rambu-rambu pada gue bahwa pelayanan, komunitas, relasi, teman pria itu bukanlah (satu-satunya) hal esensial yang akan menolongmu. Dokter, obat, dana kesehatan, itu hal yang juga Tuhan sediakan dan minta kita urus.
...while gue di sisi lain dengan polosnya mati-matian memberi diri melayani sana-sini sampe gak perhatikan tubuh sendiri; gak perhatikan kondisi pribadi. Padahal kan tanggung jawab hidup ini ada di tangan diri sendiri, bukan di tangan persekutuan, komunitas, relasi, apalagi teman pria.

---

Terlepas dari semua kesadaran akan tanggung jawab ini, gue gak menampik ada muncul sebuah statement kepahitan:

"Untuk apa gue aktif di persekutuan, melayani, tapi itu gak juga bikin gue punya pacar? Gak bikin upaya gue untuk berelasi sama seseorang jadi berhasil? Berada di lingkungan persekutuan gak menjamin gue mendapatkan apa yang gue mau: pacar."

Yes, I'm bitter right now. Regretting all the effort I had given on last year, mencoba dan berusaha "tetap terlihat", tapi gak ada buahnya juga.

So what's the point? It's all pointless.

Sekarang tinggal tersisa bagaimana Meista bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, mengobati luka-luka dan penyesalan batinnya, sambil terus berjalan ke depan. Beberapa kali rasanya ingin menghilangkan rasa sakit dan penderitaan ini, berharap nafas ini segera berakhir aja. But knowing that this breath still exist, gue cuma punya sedikit sekali keyakinan dan kepercayaan kalo Tuhan masih mau gue hidup. Nafas-Nya masih ada soalnya. Nafas-Nya. Jadi ya yaudah, gak ada pilihan lain selain tetap berjalan dan bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang sudah gue buat, salah atau benar, sesuai ekspektasi atau tidak.

---

For you guys who read this, please help me by praying for me that I can lean more on God while I'm keep moving forward.
Please help me not to make any stupid decision (e.g.: take those pills and kill myself).
Thank you.

Comments

  1. Meista, may our friendship that was once initiated by God 9 years ago be the proof that you are safe to share everything. Your bitterness, your hurt, or your passion and your vision. We'll see you this Saturday ya. Hang in there, Dearest.

    ReplyDelete

Post a Comment

Thank you for your comment! :D

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN