Lagi, Curcolan Random Habis Baca E-mail Siang Ini

(Rabu, 9 Juni 2021 16:19, Starbucks Pondok Indah Mal 2)

Jeez, I'm scared.

I opened a new mail on my Gmail inbox this afternoon and....JEEZ I'M FREAKIN' SCARED! No, no, please don't misunderstood. This is a mixed-up-feeling ever.

Satu sisi seneng banget abis baca e-mail, satu sisi langsung khawatir. Ketakutan.

Apa sih yang gue takutkan:

1. I'm like enough to dealing with myself, my expectation, especially when I'm working with people in professional way. I know, and I have learned that...whatever the job title is, wherever the company is--even the big and established one, I couldn't run away from: dealing with people.
2. Ketika sudah tahu hal-hal yang sudah dipelajari, pertanyaan berikutnya adalah: apakah gue mampu menerapkannya di petualangan berikutnya?
3. Apakah gue siap untuk 'gagal' lagi? Entahlah, namun gue merasa di fase gue yang sekarang ini gue harus mulai belajar untuk 'berani gagal', bukan takut gagal lagi.
4. Gue takut enggak bisa memberikan kontribusi terbaik dan mengerahkan seluruh kemampuan terbaik gue (hold on, this is so Meista. And this is not the first time she said those words, so....ABAIKAN, gaes πŸ˜‚)

---

Bertahun-tahun gue jatuh bangun dalam mengelola ekspektasi tentang hidup ini. Dalam aspek apapun. Apapun. Pekerjaan, pertemanan, percintaan, bahkan ekspektasi terhadap diri gue sendiri. Sehingga ketika gue ngeh bahwa ekspektasi gue sedang runtuh, gue merasa gagal-segagalnya dalam hidup.

Tapi...

Melihat kembali ke belakang tentang bagaimana sebenarnya itu semua adalah sebuah proses dan perjalanan, itu pun yang akan kembali gue hadapi kali ini. Sebuah petualangan baru. Petualangan yang berada di level baru yang tetep aja gue gak boleh berekspektasi apapun. Why? Karena hidup ini memang gak perlu diekspektasikan apa-apa, boy. Ketika gue belajar bahwa hidup ini terlalu linier untuk kita ketahui 'ujungnya', I can't enjoy many things. I can't enjoy my life, I can't enjoy my ups-and-downs, I can't enjoy my sufferings, and even I can't enjoy my own breath.

Kayak lagi main game gitu. Setiap level makin naik makin susah, tapi jadi makin tahu strategi atau taktik apa yang perlu dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman di level-level sebelumnya.

---

Gue belum balas e-mail tersebut. Sengaja, nulis dulu. Biar benang-benang kusut di kepala gue melemah kekuatannya untuk bikin pikiran gue ribet dengan segala overthinking dan ketakutan yang belum tentu terjadi. Sebenarnya jawaban dari gue sudah yakin untuk langsung "oke". Hanya...berdialog dengan diri sendiri kayak gini yang cukup takes time dan gimana caranya gue harus fight sama segala ketakutan gue.

Like I've said on my previous post, that...I realized that the 'Druun' hates me much more than before. Why? Because right now I choose the way that very different from their temptation. Very different from what this world may expecting.

I know I'm a weirdo. Kesadaran dan pengetahun gue akan diri sendiri yang ternyata kepribadiannya INFJ ini seringkali bikin gue ngerasa aneh, terasing, gak mainstream sama orang-orang lainnya yang ada di dunia ini, berasa alien (meskipun katanya justru rangorang INFJ ini kecenderungannya kreatif--dan gue menyadari salah satu kekuatan gue memang terletak di kreativitas, meski kadang aneh juga, heu, yaudalahya). Malah katanya orang-orang dengan kepribadian ini populasinya cuma 1%-3% di dunia ini. Buset. Yatapi mungkin itu hasil riset ketika model kepribadian Myers-Briggs dipublikasikan kali ya.

I don't know.

But one thing for sure is: I've been created to be social being. Not a loner. Since this world has been created from the beginning, I know every human were designed for each other. To have a relationship. To be a social being.

So...even if I'm worry right now, kek takut gitu sama keanehan diri gue sendiri--heu, takut orang-orang enggak ngerti gue yang aneh-tapi-hidup ini, I do believe I have a part in this life...sambil mengingat bahwa inilah pertanyaan yang gue lontarkan ke diri gue sendiri tepat setelah gue memutuskan resign dari tempat kerja sebelumnya:

"(Selanjutnya) mau menderita di mana lo, Meista?"

...because I'm really sure that there's no workplace where you will feel comfort forever. For the rest of our life, we will suffering at any kind of workplace we work at, with any people we work with.

Oke, gue akan balas e-mailnya sekarang.

🌷

(((Dekdekan, wk :""")))

Comments

Popular posts from this blog

Enggak Mau Main Piano Lagi Selamanya

MUSIM(an) -- Sebuah perspektif dari cewek yang doyan makan

Cara Jatuh Cinta Sama Indonesia

MAKANAN JIWA: Kasih yang (Tidak) Terbatas

Apakah Relasi dengan Sesama Bisa Menjadi Berhala?

7 Tipe Penumpang Gerbong Pertama dan Terakhir

Suasana Hati Seperti Langit: Mendung

"Rejection" vs "Reflection" - Belajar Dari Lagu MULAN